Kamis, 26 Maret 2015

PATOGENESIS NYERI & STRES PERIOPERATIF

Pendahuluan
Nyeri adalah suatu rasa (sensasi) yang unik. Keunikannya oleh karena berat ringan nyeri yang dirasakan tidak ditentukan hanya oleh intensitas stimulus tetapi juga oleh perasaan dan emosi pada saat itu.
Pada dasarnya nyeri adalah reaksi fisiologis karena merupakan reaksi protektif untuk menghindari stimulus yang membahayakan tubuh.Tetapi bila nyeri tetap berlangsung walaupun stimulus penyebab sudah tak ada,berarti telah terjadi perubahan patofisiologis yang justru dapat merugikan tubuh. Sebagai contoh, nyeri karena pembedahan, masih tetap dirasakan pada masa pascabedah ketika pembedahan sudah selesai.Nyeri semacam ini tidak saja menimbulkan perasaan menderita,tetapi juga reaksi stres yaitu rangkaian reaksi fisik maupun biologic yang dapat mengliambat proses penyembuhan.Nyeri patologis atau nyeri klinik ini yang memerlukan terapi.

Patogenesis Nyeri
Definisi yang disusun oleh International Association for The Study of Pain 1979 menyebutkan:
Nyeri adalah suatu rasa (sensory) dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan disebabkan oleh kerusakan jaringan atau yang berpotensi menyebabkan kerusakan maupun sesuatu yang digambarkan dem ikian.
Dengan dem ikian dapat disimpulkan bahwa nyeri terdiri dari 2 komponen yaitu komponen sensoris dan komponen emosi .
Komponen sensoris yang menghantarkan impuls melalui serabut syaraf dan _ komponen emosi merupakan aspek afeksi seseorang terhadap nyeri.Afeksi bersifat subjektif, ditentukan oleh makna nyeri secara individuil.
Perbedaan nyeri fisiologis dengan nyeri klinik adalah pada nyeri klinik terjadi proses sensitisasi pada sistim syarafperifer maupun sentral (susunan syarafpusat dan spinal cord). Proses sensitisasi menyebabkan terjadinya hiperalgesia, allodynia, nyeri menetap (khronis) dan rangsangan pada sistim simpatis. Sesuai taksonomi IASP 1986 yang dimaksudkan dengan hiperalgesia adalah reaksi yang meningkat terhadap rangsang nyeri sedang allodynia adalah nyeri yang timbul oleh rangsang dibawah nilai ambang atau non noksius.Perubahan perubahan inilah yang kemudian menyebabkan kondisi patofisiologis yaitu imobilisasi, infeksi, gangguan ketahanan tubuh dan gangguan proses penyembuhan.

Penggolongan nyeri
Terdapat beberapa pembagian nyeri yang harus diketahui untuk menetapkan aigoritma pengelolaan dan pemilihan cara mengatasi nyeri.
Menurut onset dan stimulus penyebab, nyeri digolongkan dalam dua jen is nyeri yaitu nyeri akut dan nyeri khronik. Disebut nyeri akut bila penyebab dan lokalisasi nyeri jelas. Umumnya berhubungan dengan kerusakan jaringan dan nyeri hilang bi la kerusakan jaringan membaik. Prototipe nyeri akut adalah nyeri pembedahan. Sebal iknya disebut nyeri khronik bila nyeri menetap walaupun kerusakan jaringan telah sembuh."
Menurut mekanisme terjadinya nyeri dapat diklasifikasikan menjadi nyeri nosiseptif dan nyeri non nosiseptif.
Nyeri nosiseptifadalah nyeri yang ditimbulkan oleh rangsangan pada nosiseptor; rangsangan disebabkan kerusakan jaringan dan reaksi inflamasi. Tergantung lokasinya dapat digolongkan nyeri somatik atau nyeri visera.
Nyeri non nosiseptifadalah nyeri yang ditimbulkan bukan oleh karena rangsangan pada nosiseptor: Nyeri non nosiseptif disebut juga sebagai nyeri neuropatik yaitu nyeri yang disebabkan kerusakan jaringan syaraf perifer maupun sentral. Nyeri pada kerusakan sentral yaitu kerusakan pada tingkat korda spinalis atau taiamus misalnya deafferentiation pain atau central pain. Nyeri pada kerusakan syaraf perifer/regional misalnya nyeri pada polineuropati dan causalgia(sympathetic dystrophy pain).
Kerusakan syaraf dapat disebabkan oleh infeksi/inflamasi, proses metabolik (diabetes mellitus), trauma pembedahan maupun infiltrasi atau tekanan tumor.
Menurut beratringannya nyeri dikategorikan sebagai nyeri ringan, sedang, berat. Tingkatan ini ditetapkan berdasarkan beberapa parameter yang umumnya dipakai di klinik yaitu visual analog scale (VAS), verbal scale (discriptive scale), numeric scale dan faces pain scale untuk anak-anak. Karena nyeri bersifat subjektif, keluhan pasien dengan sistim skoring tersebut diatas merupakan ukuran untuk menilai efek analgesik yang diberikan.
Penilaian verbal dan numerik oleh penderita di konfirmasi dengan ekpresi wajah yang tampak pada saat yang sama.
Nyeri kanker merupakan suatu sindroma nyeri yang kompleks dan sangat dipengaruhi oleh kondisi psikologis pasien. Nyeri kanker dapat bersifat akut ataupun khronik, nosiseptifataupun neuropatik, sedangkan timbulnya nyeri selain disebabkan tumor dapat disebabkan oleh terapi terhadap tumor. Oleh karena itu diperlukan suatu sistim untuk penanganan nya secara terpadu antar beberapa disipl in ilmu yang terkait (lihat modul 3 bab 3 dan modul 7).

Alur nyeri
Reseptor untuk stimulus nyeri disebut nosiseptor. Nosiseptor adalah ujung saraf tidak bermielin A delta dan ujung syarafC bermielin. Nosiseptor terangsang oleh stimulus dengan intensitas yang potensial dapat menimbulkan kerusakan jaringan; stimulus ini disebut sebagai stimulus noksius. Selanjutnya stimulus ini ditransmisikan ke SSP, menimbulkan emosi dan perasaan yang tidak menyenangkan, sehingga timbul rasa nyeri dan reaksi menghindar.
Bila stimulus timbul akibat adanya kerusakan jaringan,mekanismetersebut diatas melewati 4 tahapan yaitu:
Thanduksi
Kerusakan jaringan karena trauma atau pembedahan menyebabkan dikeluarkannya berbagai senyawa biokimiawi antara lain ion H,K, prostaglandin dari sel yang rusak, bradikinin dari plasma, histamin dari sel mast, serotonin dari trombosit dan substansi P dari ujung syaraf. Senyawa biokimiawi ini berfungsi sebagai mediator yang menyebabkan perubahan potensial nosiseptor sehingga terjadi arus elektrobiokimiawi sepanjang akson. Perubahan menjadi arus elektrobiokimia atau impuls merupakan proses transduksi.
Kemudian terjadi perubahan patofisiologis karena mediator mediator ini mem pengaruhi juga nosiseptor diluar daerah trauma sehingga lingkaran nyeri meluas. Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer yaitu menurunnya nilai ambang rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator mediator tersebut diatas dan penurunan pH jaringan. Akibatnya nyeri dapat timbul karena rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan nyeri misalnya rabaan. Sensitisasi perifer ini mengakibatkan pulaterjadinyasensitisasi sentral yaitu hipereksitabilitas neuron pada korda spinalis, terpengaruhnya neuron simpatis dan perubahan intraseluler yang menyebabkan nyeri dirasakan lebih lama.
Transmisi
Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari nosiseptor syraf perifer melewati KORNU dorsalis korda spinal is menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung karena proses polarisasi depolarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps melewati neurotransmiter.
Modulasi
Modulasi adalah proses pengendalian internal oleh sistim syaraf, dapat men ingkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri.
Hambatan terjadi melalui sistim analgesia endogen yang melibatkan bermacam neurotransmiter antara lain golongan endorfin yang dikeluarkan oleh sel otak, dan neuron di korda spinalis. lmpuls in i bermula dari area periaquaductusgrey (PAG) dan menghambat transmisi impuls-pre maupun pasca sinaps di tingkat korda spinalis.
Persepsi
Persepsi adalah hasil rekonstruksi susunan syaraf pusat tentang impuls nyeri yang diterima. Rekonstruksi merupakan basil interaksi sistim syaraf sensoris, informasi kognitif( korteks serebri) dan pengalaman emosional (hipokampus dan amigdala). Persepsi menentukan berat ringannya nyeri yang dirasakan. Sebagai contoh, terdapat penderita yang tcnang menghadapi pembedahan karena meneri ma pembedahan sebagai upaya penyembuhan. Motivasi positif ini memicu pelepasan endorfin dan rangkaian reaksi yang mengaktifkan sistim analgesia endogen; hasil akhir adalah rasa nyerinya berkurang.

Aspek Psikososiokultural
Persepsi individuilatau makna nyeri sangat dipengaruhi oleh aspek psikososiokultural; dapat terlihat dari berbagai fenomena dalam kehidupan sehari hari. Stimulus noksius dengan intensitas lama yang disebabkan pukulan teman dan musuh, akan memberikan rasa nyeri yang berbeda. Oleh karena itu bila diberikan stimulus nyeri dengan intensitas yang sama pada beberapa orang,tingkat nyeri yang dirasakan masing masing individu dapat berbeda, tergantung makna stimulus tersebut bagi masing masing individu. Fenomena ini yang disebut sebagai perbedaan toleransi nyeri.
Status psikologis pada saat stimulus masuk misalnya adanya kecernasan, ketakutan, dapat meningkatkan nyeri yang dirasakan. Demikian juga status sosial, misalnya luka pada wajah seorang artis dapat terasa lebih nyeri dibandingkan nyeri yang dirasakan seorang pekerja pabrik dengan luka pada lokasi yang sama. Norma dalam budaya tertentu juga sangat mempengaruhi rasa nyeri,sebagai contoh secara umum ibu ibu asia menerima proses kelahiran sebagai tugas mulia sebagai seorang ibu ,sehingga toleransi terhadap nyeri persalinan tinggi.

Pengaruh Stres Terhadap Nyeri.
Status psikologis mempengaruhi tingkat nyeri, sebagai contoh, kecemasan merupakan salah satu bentuk stres psikis yang men ingkatkan nyeri. Sedangkan dari berbagai penelitian diketahui bahwa pembedahan dan tindakan medik lain menyebabkan timbul kecemasan. Masalah yang dicemaskan antara lain tentang nyeri yang akan dihadapi, maupun prosedur pembiusan dan pembedahan maupun kemungkinan akibatnya.Menjalani rawat inap di rumah sakit menimbulkan kecemasan karena lingkungan baru dan perasaan tidak berdaya. Kecemasan dan stres psikis lainnya mempengaruhi persepsi dan afeksi terhadap nyeri sehingga menurunkan toleransi terhadap nyeri. Berkurangnya toleransi terhadap nyeri menyebabkan makin tinggi tingkat nyeri yang dirasakan.
Secara umum disebutkan bahwa emosi negatif mengurangi toleransi terhadap nyeri sebaliknya emosi positifmeningkatkan toleransi terhadap nyeri.

Nyeri Pembedahan
Nyeri pascabedah merupakan prototip nyeri akut karena kerusakan jaringan. Nyeri pascabedah mengakibatkan berbagai gangguan fungsi tubuh yang memperlambat proses penyembuhan. Hambatan proses penyembuhan terutama karena hipoksemia dan infeksi paru yang terjadinya dapat di jelaskan sebagai berikut:

Atelektasis dan infeksi paru
Pada pembedahan abdomen atas, nyeri menyebabkan hambatan gerakan otot pernafasan termasuk diafragma, dan spasme otot abdomen.Akibatnya terjadi ham batan gerakan pernafasan dan batuk. Ham batan gerakan pernafasan dan batuk selanjutriYa menyebabkan atelektasis paru, retensi sputum. Retensi sputum merupakan media yang balk bagi pertumbuhan kuman sehingga mudah terjadi infeksi paru.

Gangguan peristaltik usus
Refleks viseral karena nyeri menyebabkan gangguan peristaltik sistim pencernaan yang berakibat distensi lambung,mual muntah. Distensi lambung membatasi gerakan diafragma selanjutnya menyebabkan hipoventilasi dan hipoksia.

Meningkatkan refleks simpatis
Nyeri memicu kegiatan sistim syaraf simpatis maupun sekresi hormon stres. Terjadi vasokonstriksi pembuluh darah, disertai peningkatan katabolisme dan kebutuhan oksigen tubuh.
Perubahan-perubahan tersebut diatas akan menyebabkan hipoventilasi, hipoksemia dan infeksi paru.


1 komentar: