Senin, 30 Maret 2015

KEPEMIMPINAN

Pengertian Kepemimpinan
            Berikut ini adalah beberapa pendapat mengenai pengertian kepemimpinan. Keating (1986:9) menyatakan bahwa, kepemimpinan merupakan suatu proses yang dilakukan dengan berbagai cara untuk mempengaruhi orang atau sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Hersey et al. (1992:9) mengemukakan bahwa kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi seseorang atau kelompok orang untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu. Sedangkan Thoha (1996:229) mengemukakan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan  mempengaruhi perilaku manusia, baik secara perorangan maupun kelompok ke arah pencapaian tujuan.
Beberapa pendapat mengenai pengertian kepemimpinan yang dikutip Yukl di dalam terjemahan Udaya (1994:2) adalah sebagai berikut:
1.       Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok ke arah tujuan yang hendak dicapai bersama (Hemhill and Coons, 1957).
2.       Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, yang dijalankan dalam situasi tertentu, yang diarahkan melalui proses komunikasi ke arah satu atau beberapa tujuan tertentu. (Tannenbaum et all , 1996).
3.       Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan (Rauch and Behling,1984)
4.       Kepemimpinan adalah suatu proses memberi pengaruh secara kolektif sehingga mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan dalam mencapai sasaran (Jacobs and Jacques, 1990).
Dari berbagai penjelasan mengenai pengertian kepemimpinan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur-unsur utama dari kepemimpinan adalah sebagai berikut :
1.      Pemimpin atau orang yang mempengaruhi
2.      Orang yang dipimpin sebagai pihak yang dipengaruhi
3.      Interaksi atau kegiatan dan proses mempengaruhi
4.      Tujuan yang hendak dicapai dalam proses mempengaruhi
5.      Perilaku atau kegiatan yang dilakukan sebagai hasil mempengaruhi
Pengertian kepemimpinan dengan unsur-unsurnya di atas selanjutnya dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi dan mengarahkan perilaku orang lain, baik individu maupun kelompok untuk mencapai tujuan tertentu.

Gaya Kepemimpinan
Dharma (1984:3) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah perilaku yang ditunjukkan  oleh  seseorang  (pemimpin)  pada  saat  ia  mempengaruhi   orang  lain. Pendapat senada dikemukakan oleh Thoha (1996:265) yang menyatakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang (pemimpin) pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain seperti yang ia lihat. Sementara itu Hersey et ai, (1992:176) mendefinisikan gaya kepemimpinan sebagai pola perilaku yang dilakukan oleh pemimpin pada saat berupaya mempengaruhi aktivitas orang lain (bawahan) seperti yang dilihat orang lain. Dalam hal ini perlu adanya keselarasan persepsi antara orang yang akan mempengaruhi dengan orang yang akan dipengaruhi perilakunya.
Pengertian di atas menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan seseorang (pemimpin) merupakan hasil persepsi orang lain yang melihat terhadap perilaku pemimpin tersebut dalam upaya mempengaruhi aktivitas orang lain. Orang lain yang melihat itu bisa atasan si pemimpin, teman sejawat, atau bawahannya. Oleh karena itulah, untuk mengetahui dan mengukur gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat digunakan persepsi dari orang (pemimpin) itu sendiri, atau dari orang lain seperti atasannya, bawahannya, dan atau teman sejawatnya.

Model Kepemimpinan Situasional (Kontingensi) dari Fiedler
Fiedler di dalam Kreitner dan Kinicki (1989:459) mengatakan bahwa terdapat tiga dimensi di dalam situasi yang dihadapi pemimpin, ketiga dimensi itu adalah:
a.       Hubungan pemimpin-anggota (the leader-member relationship)
Dimensi ini merupakan variabel yang sangat penting/kritis dalam menentukan situasi yang menguntungkan
b.      Derajat dari susunan tugas (the degree of task structure)
Dimensi ini merupakan variabel yang sangat penting/kritis kedua dalam menentukan situasi yang menguntungkan
c.       Posisi kekuasaan pemimpin (the leader's position power).
Dimensi ini yang diperoleh melalui kewenangan formal merupakan variabel yang sangat penting/kritis ketiga dalam menentukan situasi yang menguntungkan.
            Situasi yang menguntungkan dalam menjalankan kepemimpinan adalah hubungan baik antara pimpinan dengan anggota organisasi sebagai bawahan artinya pemimpin diterima oleh orang-orang yang dipimpinnya atau sebaliknya. Dalam hubungan yang serasi antara kedua belah pihak, terbina suasana persahabatan, tidak ada perselisihan, setiap perbedaan pendapat dapat diselesaikan secara kekeluargaan oleh kedua belah pihak. Di samping tugas-tugas yang harus dikerjakan anggota organisasi/bawahan tersusun secara jelas sehingga setiap orang mengetahui rincian tugasnya dan wewenang serta tanggung jawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut. Dalam situasi ini kedudukan atau posisi kekuasaan formal pemimpin menjadi tugas dan kuat. Sehingga mempermudah usahanya dalam mempengaruhi pikiran, perasaan,sikap dan perilaku anggota organisasi/bawahannya.

Model Kepemimpinan Situasional Tiga Dimensi dari Reddin
Menurut Thoha (1996:272), model 3 dimensi Reddin ini mengidentifikasi empat gaya dasar kepemimpinan yang pada hakekatnya sama dengan gaya kepemimpinan yang ditemukan oleh para ahli di Universitas Ohio, yang juga digunakan untuk mengembangkan gaya kepemimpinan managerial grid. Keempat gaya kepemimpinan tersebut ialah : (1) rendah tugas dan rendah hubungan (terpisah); (2) rendah tugas dan tinggi hubungan (berhubungan); (3) tinggi tugas dan rendah hubungan (pengabdian); serta (4) tinggi tugas dan tinggi hubungan (terpadu). Dari empat gaya dasar tersebut, model 3-dimensi Reddin mengembangkan empat gaya yang efektif dan empat gaya yang tidak efektif seperti dijelaskan oleh Thoha (1996:272).

Empat gaya kepemimpinan yang efektif adalah :
1.      Executive (Eksekutif)
Gaya ini banyak memberikan perhatian pada tugas dan hubungan kerja. Manajer bertindak sebagai motivator yang baik, mau menetapkan standar kerja yang tinggi, mau mengenal perbedaan antara individu karyawan, dan bersedia menggunakan sistem kerja tim.

2.      Developer (Pengembang)
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum pada hubungan kerja, dan perhatian minimum pada tugas. Manajer memiliki kepercayaan yang implisit terhadap orang-orang yang bekerja dalam organisasinya, dan sangat memperhatikan pengembangan mereka sebagai individu.
3.      Benevolent Autocrat (Otokrat Bijak)        .
Gaya ini memberikan perhatian yang maksimum pada tugas, dan perhatian yang minimum pada hubungan kerja. Manajer mengetahui secara tepat apa yang diinginkan dan bagaimana memperoleh yang diinginkan tersebut tanpa menyebabkan ketidakseganan dipihak lain.
4.      Bureaucrat (Birokrat)
Gaya ini membebankan perhatian yang minimum, baik pada tugas maupun pada hubungan kerja. Manajer sangat tertarik pada peraturan-peraturan dan bersedia memeliharanya, serta melakukan kontrol situasi secara teliti.

Sedangkan empat gaya yang tidak efektif adalah :
1.       Compromise (Kompromis)
Gaya ini memberikan perhatian yang besar pada tugas dan hubungan kerja dalam situasi yang menekankan pada kompromi. Manajer merupakan pembuat keputusan yang jelek, dan banyak tekanan yang mempengaruhinya.

2.       Missionary (Penganjur)
Gaya ini membenkan perhatian yang maksimal pada hubungan kerja dan perhatian minimum pada tugas, dengan perilaku yang tidak scsuai. Manajer menilai keharmonisan sebagai suatu tujuan dalam dirinya sendiri.
3.       Autocrat (Otokrat)
Gaya ini membenkan perhatian yang maksimum pada tugas dan perhatian yang minimum pada hubungan kerja, dengan perilaku yang tidak sesuai. Manajer tidak mempunyai kepercayaan pada orang lain, tidak menyenangkan, dan hanya tertarik pada pekerjaan yang segera cepat selesai.
4.       Deserter (Pelari)
Gaya ini sama sekali tidak membenkan perhatian pada tugas maupun hubungan kerja. Manajer ini dalam situasi tertentu tidak terpuji, karena cenderung pasif, tidak mau ikut campur tangan secara aktif dan positif.
Model 3-dimensi Reddin tersebut dapat dijelaskan bahwa gaya kepemimpinan yang paling efeklif menurut Reddin adalah eksekutif yang merupakan kombinasi gaya yang berorientasi pada tugas (task oriented) yang tinggi dengan gaya yang berorientasi pada hubungan kerja (employee oriented ) yang tinggi pula. Dengan kata lain, gaya kepemimpinan yang paling efektif adalah kombinasi gaya kepemimpinan consideration yang tinggi dengan initiating structure yang tinggi pula. Sementara itu, gaya kepemimpinan yang tidak efektif adalah gaya kepemimpinan deserter yang merupakan kombinasi dari gaya consideration yang rendah dengan gaya initiating structure yang rendah pula.

Model Kepemimpinan Situasional dari Tannenbaum dan Schmidt
Tannenbaum dan  Schmidt adalah diantara para teoritis  yang menguraikan berbagai   faktor  yang   mempengaruhi   pilihan   gaya   kepemimpinan   oleh   manajer, Tannenbaum (1973:162) mengemukakan bahwa manajer harus mempertimbangkan tiga kumpulan ”kekuatan” sebelum melakukan pemilihan gaya kepemimpinan, yaitu:
Kekuatan-kekuatan dalam diri manajer meliputi 1) Sistem nilai, 2) Kepercayaan terhadap bawahan, 3) Kecenderungan kepemimpinannya sendiri, dan 4) perasaan aman dan tidak aman. Kekuatan-kekuatan dalam diri para bawahan, meliputi 1) kebutuhan mereka akan kebebasan, 2) kebutuhan mereka akan peningkatan tanggung jawab, 3) apakah mereka tertarik dalam dan mempunyai keahlian untuk penanganan masalah, dan 4) harapan mereka mengenai keterlibatan dalam pembuatan keputusan.
Kekuatan-kekuatan dari situasi, mencakup 1) tipe organisasi, 2) efektifitas kelompok, 3) desakan waktu, dan 4) sifat masalah itu sendiri.
Konsep Tannenbaum dan Schmidt ini disajikan sebagai suatu rangkaian kesatuan kepemimpinan (leadership continum). Pendekatan yang paling efektif sebagai manajer, menurut mereka adalah sedapat mungkin fleksibel, maupun memilih perilaku kepemimpinan yang dibutuhkan dalam waktu dan tempat tertentu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar