Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan
dambaan setiap individu yang sudah bekerja. Masing-masing karyawan memiliki
tingkat kepuasan kerja yang berbeda sesuai dengan nilai yang dianutnya. Semakin
banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan
karyawan, maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan kerja yang dirasakan dan
demikian sebaliknya.
Kepuasan kerja secara umum
menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya karena menyangkut sikap.
Pengertian kepuasan kerja mencakup beberapa hal seperti emosi dan kecenderungan
perilaku seseorang. Oleh karena itu, kepuasan kerja akan tampak mterwujud dalam
perilaku dan semangat kerja seseorang. Orang yang merasa puas dengan pekerjaannya
akan melaksanakan pekerjaan tersebut dengan semangat kerja yang tinggi, diman
hal tersebut akan mempunyai dampak baik langsung maupun tidak langsung terhadap
efektifitas organisasi.
Menurut Luthans (1995:2006), ”Job satisfaction is a
pleasurable or positive state resulting from the appraisal of one’s job or
experience”. Kepuasan kerja mampu mencerminkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya yang tampak pada sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan
segala sesuatu yang dihadapinya dalam lingkungan kerjanya.
Menurut Locke (1975) dalam
Tubbs et al. (1993:361) secara komprehensif mendefinisikan kepuasan kerja
sebagai kesenangan atau emosi positif yang dihasilkan oleh pengukuran kerja
atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja merupakan hasil persepsi pekerja tentang
seberapa baik pekerjaan menyediakan segala sesuatu yang dipandang penting.
Handoko (1998:193)
menyebutkan bahwa kepuasan kerja atau job satisfication adalah keadaan
emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan dengan mana para karyawan memandang
pekerjaan. kepuasan kerja merupakan sikap khusus terhadap faktor-faktor
pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan individual di luar kerja. Pada
dasarnya kepuasan karyawan dalam bekerja merupakan hal yang bersifat
individual. Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda
sesuai dengan sistem nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan
karena adanya perbedaan pada masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek
dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin
tinggi kepuasan yang dirasakan, demikian juga sebaliknya. Jadi kepuasan kerja
merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaan yang didasarkan atas
aspek-aspek pekerjaan yang bermacam-macam. Misalnya peralatan, lingkungan, kebutuhan
psikologi dan lain sebagainya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang tidak
sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi ketidakpuasan
seseorang.
Hasibuan
(1999:201) menjelaskan bahwa kepuasan kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan
dan mencintai pekerjannya. Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja,
kedisiplinan, dan prestasi kerja. Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan,
luar pekerjaan, dan kombinasi antara keduanya. Kepuasan kerja dalam pekerjaan
adalah kepuasan kerja yang dinikmati dalam pekerjaan dengan memperoleh pijian
hasil kerja, penempatan, perlakuan, peralatan, dan suasana lingkungan kerja
yang baik. Kepuasan kerja diluar pekerjaan berupa besarnya balas jasa yang akan
diterima dari hasil kerjanya agar ia dapat membeli kebutuhan-kebutuhannya.
Kepuasan kerja kombinasi merupakan kepuasan kerja yang dicerminkan oleh sikap
emosional yang seimbang antara balas jasa dengan pelaksanaan pekerjaannya
Teori kepuasan kerja
As'ad (1995:105)
mengemukakan teori-teori kepuasan kerja sebagai berikut :
1.
Teori
Keseimbangan/Keadilan (Equity Theory)
Teori ini dikembangkan oleh
Adam. Komponen-komponen dari teori ini adalah sebagai berikut :
a. Input
Segala sesuatu yangberharga
bagi karyawan sebagai sumbangan terhadap pekerjaan, misalnya: pendidikan,
pengalaman, skill, usaha, peralatan pribadi, jumlah jam kerja dan peralatan
kerja.
b. Outcome
Hasil dari pekerjaan yang
dilaksanakannya, misalnya gaji, status, pengakuan, kesempatan untuk berprestasi
atau mengekpresikan diri.
c. Comparition
Pihak lain yang dipakaii
sebagai bahan pembanding karyawan yang bersangkutan. Misalnya pekerja
diperusahaan yang sama, perusahaan lain atau dirinya sendiri pada masa lampau.
Menurut teori ini puas atau tidak puasnya pegawai merupakan
hasil dari membandingkan antara input dengan outcome dirinya
dengan perbandingan input-outcome pegawai lain (comparison
person). Jadi, jika perbandingan
tersebut dirasakan seimbang (equity)
maka pegawai tersebut akan merasa puas. Tetapi apabila terjadi tidak seimbang (inequity)
dapat menyebabkan dua kemungkinan, yaitu
over compensation inequity dan under compensation inequity.
2.
Teori Perbedaan Kebutuhan (Discrepancy
Theory)
Teori ini pertama kali dipelopori oleh Porter, yang
berpendapat bahwa mengukur kepuasan dapat dilakukan dengan cara menghitung
selisih antara apa yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.
Apabila yang didapat pegawai ternyata lebih besar daripada yang diharapkan maka
pegawai tersebut menjadi puas. Sebaliknya, apabila yang didapat pegawai lebih
rendah dari pada yang diharapkan, akan menyebabkan pegawai tidak puas.
3.
Teori Pemenuhan Kebutuhan (Need
Fulfillment Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja bergantung pada
terpenuhi atau tidak terpenuhinya kebutuhan karyawan. karyawan akan merasa puas
apabila ia mendapatkan kepuasan apa yang dibutuhkan. Makin besar kebutuhan
karyawan yang terpenuhi, maka semakin puas pula karyawan tersebut, begitu pula
sebaliknya.
4.
Teori Pandangan Kelompok (Social
Reference Group Theory)
Menurut teori ini, kepuasan kerja karyawan tidak
tergantung pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat bergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang dianggap para karyawan sebagai kelompok
acuan. Jadi, karyawan akan merasa puas apabila hasil kerjanya sesuai dengan
minat dan kebutuhan yang diharapkan oleh kelompok acuan.
5.
Teori
Dua Faktor dari Hezberg
Teori dua faktor
dikembangkan oleh Frederick Hezberg. Dua faktor yang dapat menyebabkan
timbulnya rasa puas atau tidak puas menurut Hezberg yaitu faktor pemeliharaan (maintenance
factors) dan faktor pemotivasian (motivational factors). Faktor
pemeliharaan disebut pula dissatisfiers, hygiene factors, job
context, extrinsic factors yang meliputi administrasi dan kebijakan
perusahaan, kualitas pengawasan, hubungan dengan pengawasan, hubungan dengan
bawahan, upah, keamanan kerja, kondisi
kerja, dan status,
sedang faktor pemotivasian disebut pula satisfiers, motivators,
job content, intrinsic
factors yang meliputi dorongan
berprestasi, pengakuan, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kesempatan berkembang
dan tanggung jawab.
6.
Teori
Pengharapan (Expectancy Theory)
Teori ini menyatakan bahwa
kepuasan tergantung pada kecocokan antara harapan dan yang diterima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar