Pendahuluan
Hipoksemia
merupakan pembunuh utama penderita gawat darurat Hipoksemia yang disebabkan
oleh sumbatan jalan nafas terjadi paling cepat dibandingkan hipoksemia akibat
gangguan fungsi organ yang lain. Oleh karena itu pencegahan hipoksemia
merupakan prioritas utama dengan cara jalan nafas dipertahankan terbuka,
ventilasi adekwat dan beri oksigen.
Gangguan
jalan nafas dapat mendadak, perlahan-lahan progresif, total atau parsial dan
berulang karena itu perlu reevaluasi dari waktu ke waktu.
Kesalahan
yang paling sering ditemukan dalam pengelolaan jalan nafas adalah bahwa
penolong tidak menyadari adanya sumbatan jalan nafas, keterlambatan mem berikan
pertolongan, kesulitan tehnik dan kurangnya ketrampilan.
Sumbatan
jalan nafas dapat disebabkan oleh tindakan anestesi (penderita tak sadar, obat
pelumpuh otot, muntahan), suatu penyakit (koma apapun sebabnya, stroke, radang
otak), traumafkecelakaan (trauma maksilofasial, trauma kepala, keracunan). Tapi
apapun penyebabnya dasar-dasar pengelolaannya adalah sama.
Patofisiologi
Pada
keadaan dimana ada penurunan kesadaran misalnya pada tindakan anestesi, penderita
trauma kepalaatauoleh karena suatu penyakit, maka akan terjadi relaksasi
otot-otot termasuk otot I idah dan sphincter cardia akibatnya bila posisi
penderita terlentang maka pangkal lidah akan jatuh ke posterior menutup
orofaring, sehingga menimbulkan sumbatan jalan nafas. Sphincter cardia yang
relaks, menyebabkan isi lambung mengalirkembali keorofaring (regurgitasi). Hal
ini merupakan ancaman terjadinya sumbatan jalan nafas oleh aspirat yang padat
dan aspirasi pneumonia oleh aspirat cair, sebab pada keadaan ini pada umumnya
reflek batuk sudah menurun atau hilang.
Trauma
di daerah wajah dapat menyebabkan edema, patah tulang, perdarahan, lepasnya
gigi dan hipersekresi yang dapat men imbulkan masalah/sumbatan jalan nafas.
Patah tulang mandibula bilateral menyebabkan lidah kehilangan penyangga
sehingga penderita sulit untuk menelan dan bila berbaring lidah alcan jatuh
menutup jalan nafas walaupun penderita dalam keadaan radar. Pada keadaan
seperti ini posisi penderita yang paling enak adalah duduk agak membungkuk.
Trauma tajam pada leher dapat menimbulkan perdarahan dan hematoma yang dapat
menggeser posisi jalan nafas. Pendesakan oleh hematoma ini dapat menyebabkan
sumbatan jalan nafas dan menyulitkan pada waktu intubasi endotrakheal. Apabila
tidak memungkinkan dilakukan intubasi endotrakheal, harus segera dilakukan
krikotiroidotomi atau trakheotomi.
Trauma
tumpul pada leher dapat menimbulkan edema dan kerusakan pada laying dan trakhea
yang dapat menyumbat jalan nafas.
Macam Sumbatan
Jalan Nafas
Parsial :
-
Ringan
-
Berat
- Total
Tanda-tanda
Sumbatan Jalan Nafas
Pada
keadaan penderita yang masih bernafas, mengenali ada tidaknya sumbatan jalan
nafas dapat dilakukan dengan cara lihat (look), dengar (listen), dan feel
(raba), lihat (look)
Dilihat
apakah penderita mengalami agitasi atau penurunan kesadaran. Agitasi memberi
kesan adanya hipoksemia yang mungkin disebabkan oleh karena sumbatan jalan
nafas, sedangkan penurunan kesadaran memberi kesan adanya hiperkarbia yang
mungkin disebabkan oleh hipoventi Iasi akibat sumbatan jalan nafas.
Dilihat
pu la pergerakan dada dan perut waktu bernafas, normalnya pada posisi berbaring
waktu inspirasi dinding dada bergerak keatas dinding-dinding perut bergerak ke
atas dan waktu ekspirasi dinding dada turun dinding perut juga turun. Pada
sumbatan jalan nafas total atau parsial berat, waktu inspirasi dinding dada
bergerak turun tapi dinding perut bergerak naik sedangkan waktu ekspirasi
terjadi sebaliknya. Gerak nafas ini disebut see saw atau rocking respiration.
Adanya
retraksi sela iga, supra klavikula atau subkostal merupakan tanda tambahati
adanya sumbatan jalan nafas. Sianosis yang terlihat di kuku atau bibir
menunjukkan adanya hipoksemia akibat oksigenasi yang tidak adekwat. Pada
penderita trauma perlu dilihat adanya deform itas daerah maksilofasial atau
leher serta adanya gumpalan darah, patah tulang, gigi dan muntahan yang dapat
menyum bat jalan nafas.
Dengar (listen)
Didengar
suara nafas dan ada tidaknya suara tambahan. Adanya suara nafas tam bahan
berarti ada sumbatan jalan nafas parsial. Suara nafas tambahan dapat berupa
dengkuran (snoring), kumuran (gurgling), atau siulan (crowing/stridor). Snoring
disebabkan oleh lidah yang menutup orofaring, gurgling karena sekret, darah
atau muntahan dan crowing/stridor menunjukkan adanya penyempitan jalan nafas
karena spasme, edema atau pendesakan. Suara bicara penderita yang normal
menunjukkan tidak ada sum batan jalan nafas sedangkan suara yang parau
menunjukkan adanya masalah di daerah laring.
Raba (feel)
Di
rabakan hawa ekspirasi yag keluar dari lubang hidung atau mulut, dan ada
tidaknya getaran di leher waktu bernafas. Adanya getaran di leher menunjukkan
sumbatan parsial ringan. Pada penderita trauma perlu diraba apakah ada fraktur
di daerah maksilofasial, bagaimana posisi trakhea
Pengelolaan
Jalan Nafas
Penilaian
dan pengelolaan jalan nafas harus dilakukan dengan cepat tepat dan cermat untuk
mencegah terjadinya hipoksemia.
Tindakan
ditujukan untuk membuka dan menjaga jalan nafas tetap bebas dan waspada
terhadap keadaan klinis yang menyumbat atau potensial akan menyumbat jalan
nafas.
Penyebab
sumbatan jalan nafas yang paling sering:
·
Lidah
dan Epiglotis
·
Muntahan,
darah, sekret, benda asing
·
Trauma
daerah maksilofasial
·
Lidah
dan epiglotis
Pada
penderita yang mengalami penurunan tingkat kesadaran maka lidah akan jatuh ke
belakang menyumbat hipofarings atau epiglotis jatuh kebelakang menutup rima
glotidis.
Dalam
keadaan seperti ini, pembebasan jalan napas dapat dilakukan tanpa alat maupun
dengan rnenggunakan jalan napas buatan. Membuka jalan napas tanpa alat
dilakukan dengan cara head tilt, chin lift, jaw thrust.
Sedangkan
alat-alat yang dipakai untuk mengatasi sumbatan jalan napas karena lidah adalah
jalan napas orofaringeal atau nasofaringeal.
Pada
penderita trauma, tindakan-tindakan yang dilakukan untuk membuka jalan napas,
dapat menyebabkan atau memperburuk cedera tulang leher. Oleh karena itu pada
penderita trauma dengan dugaan cedera tulang leher cara yang dianjurkan hanya
jaw thrust dan chin lift dengan immobilisasi kepala dan leher (in-line immobilization)
secara manual atau memakai neck collar.
Chin
Lift
Empat
jari salah satu tangan diletakkan dibawah rahang ibu jari diatas dagu, kemudian
secara hati-hati dagu diangka kedepan. Bila perlu ibu jari dipergunakan untuk
membuka mulut/bibir atau dikaitkan pada gigi seri bagian bawah untuk mengangkat
rahang bawah. Manuver chin lift ini tidak boleh menyebabkan posisi kepala
hiperekstensi.
Jaw
Thrust
Mendorong
angulus mandibula kanan dan kiri ke depan dengan jari-jari kedua tangan
sehingga barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas, kedua ibu jari
membuka mulut dan kedua telapak tangan menempel pada kedua pipi penderita untuk
melakukan immobilisasi kepala.
Tindakan
jaw thrust, buka mulut dan head tilt disebut triple airway maneuver.
Jalan Nafas
Orofaringeal
Alat
ini dipasang lewat mulut sampai ke faring sehingga menahan lidah tidak jatuh
menutup hipofarings. Ukuran harus tepat yaitu dari tengah mulut sampai ke
angulus mandibula atau dari tepi mulut sampai ke tragus. Bila kekecilan malah
akan medorong lidah kebelakang hingga makin menyumbat.
Ada
2 cara pemasangan yaitu secara langsung dengan bantuan spatula lidah atau
secara tidak langsung dengan caraterbalik menyusuri palatum durum sampai
palatum molle kemudian diputar 180° sehingga bagian yang cekung mengarah ke
caudal. Alat ini merangsang muntah dan tidak disukai bila kesadaran penderita
membaik.
Jalan Nafas
Nasofaringeal
Alat
dipasang lewat salah satu lubang hidung sampai ke faring yang akan menahan
jatuhnya pangkal lidah agar tidak menutup hipofaring.
Diameter
disesuaikan dengan besarnya lubang hidung penderita, secara gampang kira-kira
sebesar diameter jari kelingking penderita. Pada waktu memasang, pelumasan
harus baik agar tidak melukai pembuluh darah yang ada di rongga hidung. Alat
ini lebih dapat di terima oleh penderita dan lebih kecil kemungkinan merangsang
muntah dibandingkan jalan nafas orofaringeal.
Muntahan, darah,
sekret, benda asing
Penghisap
yang berfungsi balk dan berkemampuan tinggi harus ada di ruang gawat darurat
untuk menghisap darah, muntahan atau sekret yang berada di jalan nafas. Ada 2
macam kateter penghisap yang sering digunakan yaitu rigid tonsil dental suction
tip atau soft catheter suction tip. Untuk menghisap rongga mulut dianjurkan
memakai yang rigid tonsil/dental tip sedangkan untuk menghisap lewat pipa
endotrakheal atau trakheostomi menggunakan yang soft catheter tip. Jangan
menggunakan soft catheter tip lewat lubang hidung pada penderita yang dengan
fraktur lamina cribosa karena dapat menembus masuk rongga otak. Harus
diperhatikan tata cars penghisapan agar tidak mendapatkan komplikasi yang dapat
fatal. Benda asing misalnya daging atau patahan gigi dapat dibersihkan secara manual
dengan jari-jari. Bi la terjadi chocking (tersedak) umumya "nyantol"
didaerah subglotis, dicoba dulu dengan cara back blows, abdominal thrust
(Heimlich maneuver).
Trauma
daerah Maksilofasial
Di
coba membebaskan jalan nafas dengan cara-caresdiatas, tapi bila tidak berhasil
segera dilaksanakan pemasangan jalan napas yang definitif yaitu intubasi
endotrakeal atau krikotiroidotomi, atau trakheostomi.
Jalan Napas
Definitif
Yang
dimaksud jalan napas definitifadalah pips jalan napas yang dilengkapi dg balon
(cuff), yang dapat dikembangkan yang dapat dipasang di trakhea.
Tujuan
pemasangan jalan nafas definitif untuk mempertahankan jalan napas, pemberian
ventilasi, oksigenasi dan pencegahan aspirasi.
Ada
2 macam:
1.
Intubasi endotrakheal :
-
orotrakheal
-
nasotrakheal
2.
Dengan pembedahan (surgical airway)
-
krikotiroidotomi
-
trakheostomi
Beberapa
keadaan klinik yang memerlukan jalan napas definitif antara lain apnea, tidak
mampu mempertahankan jalan nafas dengan cara-cara yang lain, pencegahan
aspirasi darah atau muntahan, ancaman terjadinya sumbatan jalan nafas (contoh trauma
inhalasi, status konvulsi, trauma maksilofasial, trauma/cedera kepala tertutup
dengan GCS kurang dari 8, tak berhasil memperoleh oksigenasi yang adekwat
dengan menggunakan masker.
Intubasi
endotrakeal
Harus
di lakukan oleh mereka yang terlatih dan terampil disertai peralatan yang
lengkap. Dapat dilakukan lewat mulut (orotrakheal) atau lewat hidung
(nasotrakheal) secara avue (dengan bantuan laringoskop) atau blind (tanpa
laringoskop dengan tuntunan nafas penderita). Pada penderita yang awake atau
asleesk (tak sadar atau ditidurkan). Untuk yang asleep dapat secara non apnea
atau apnea (memang tak bernafas atau diberi pelumpuh otot).
Cara
intubasi yang dipilih tergantung keadaan penderita, pengalaman, keputusan dan
ketrampilan dokter. Sebelum dilakukan intubasi perlu oksigenasi dan bila perlu
bantuan ventilasi. Akan lebih balk bila dilakukan monitoring saturasi oksigen
dengan pulse oxymetri dan EKG.
Hati-hati
pada penderita cedera tulang leher tindakan laringoskopi dapat menyebabkan
posisi kepala hiperekstensi karena itu perlu immobilisasi kepala dan leher.
Surgical
Airway
Dilakukan
bila tidak mungkin atau gagal melakukan intubasi endotrakheal, dapat berupa :
Krikotiroidotomi
dengan jarum (needle cricothyroidotomy). Ditusukkan jarum/ kanula ke trakhea ke
arah distal lewat mem brana krikotiroidea. Ukuran jarum 12-14G pada dewasa atau
16-18G pada anak. Ujung jarum/kanula dengan Y konektor dihubungkan ke sumber
oksigen dengan aliran 12-15 1/m. Cara ini disebut jet insufflation untuk
memberikan oksigen dengan cepat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar