Harapan para pelaku usaha tidak
berhenti pada suatu titik di mana para pelanggannya mengalami kepuasan. Mereka
akan selalu berharap bahwa pelanggan yang terpuaskan itu menjadi loyal terhadap
produk yang dikonsumsinya itu. Menurut Olorunniwo, et. al. (2006); Michel, et. al.,
(2000); Kandampully, et. al, (2000); Kartajaya (2004) yang dikutip oleh Unud
(2006 : 22), bahwa banyak peneliti sependapat bahwa pelanggan yang terpuaskan
cenderung untuk loyal terhadap penyedia barang atau jasa. Dengan kata lain,
bahwa loyalitas umumnya didahului oleh kepuasan yang dialami oleh pelanggan.
Ada beberapa indikasi perilaku
pelanggan yang menunjukkan loyal tidaknya pelanggan tersebut kepada penyedia
barang/jasa. Pertama, pelanggan akan cenderung melakukan
pembelian/pengkonsumsian ulang terhadap barang atau jasa tersebut. Kedua,
pelanggan yang terpuaskan akan terdorong untuk mengkomunikasikan pengalamannya
kepada pelanggan lainnya (word-of-mouth communication/komunikasi dari
mulut ke mulut). Wujud komunikasi dari mulut ke mulut ini dapat berupa
pengungkapan hal-hal yang baik tentang penyedia barang atau jasa, dapat berupa
rekomendasi kepada calon pelanggan lain, dan dapat berupa dorongan untuk
melakukan bisnis dengan penyedia barang atau jasa. tersebut. (Zeithaml et. al.,
2003 dalam Astawa, 2008: 23). Ketiga, pelanggan yang puas cenderung untuk mempertimbangkan
penyedia barang atau jasa yang mampu memuaskan sebagai pertimbangan pertama
jika ingin membeli produk atau jasa yang sama. (Kotler dan Keller, 2009: 179).
Oliver (loyality) mendefinisikan loyalitas
sebagai komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung
kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan
usaha pemasaran berpotensi menyebabkan konsumen beralih (Kotler dan Keller
2009:138).
Menurut Sheth & Mittal
(2004) dalam Tjiptono (2006) loyalitas adalah komitmen pelanggan terhadap suatu
merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin
dalam pembelian ulang yang konsisiten. Sementara itu, Bendapudi & Berry
(1997) loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran jasa didefinisikan sebagai
respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen
yang mendasari kontinuitas relasi, dan biasanya tercermin dalam pembelian
bekelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun kendala
pragmatis ( dalam Tjiptono, 2006:387)
Jones and Sanser yang dikutip (Javalgi, 1997:165)
berkeyakinan bahwa tumpuan perusahaan untuk tetap mampu bertahan hidup adalah
memiliki pelanggan yang loyal. Untuk itulah perusahaan dituntut untuk mampu
memupuk keunggulan kompetitifnya masing-masing melalui upaya-upaya yang
kreatif, inovatif dan efisien sehinggan menjadi pilihan dari banyak peanggan
yang pada gilirannya nati diharapkan menjadi pelanggan yang loyal.
Memasuki era yang baru, orientasi perusahaan
masa depan mengalami pergeseran dari pendekatan konvensional kearah pendekatan
kontemporer (Bhote, 1996). Pendekatan konvensional menekankan pada kepuasan
pelanggan, reduksi biaya, pangsa pasar, dan riset pasar. Sedangkan pendekatan
kontemporer berfokus pada loyalitas pelanggan, retensi pelanggan, zero defections dan lifelong customers.
Smith and Wheeler (2002:43)
mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan tidak bisa tercipta begitu saja, tetapi
harus dirancang oleh perusahaan. Adapun tahapan-tahapan perancangan loyalitas
adalah sebagai berikut:
1.
Define
customer value
Mendefinisikan nilai pelanggan sasaran dan menentukan nilai
pelanggan mana yang menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan loyalitas
dan ciptakan diferensiasi
brand promise.
2.
Design
the branded customer experience
Mengembangkan pemahaman customer
experience, merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan brand promise, dan perubahan strategi
secara keseluruhan untuk merealisasikan pengalaman-pengalaman pelanggan baru.
3.
Equip
people and delivery consistenly
Mempersiapkan
pemimpin untuk menjalankan dan memberikan pengalaman kepada
pelanggan.Melengkapi pengetahuan dan keahlian karyawan untuk mengembangkan dan
memberikan pengalaman kepada pelanggan dalam setiap interaksi yang dilakukan
pelanggan terhadap perusahaan.Dan memperkuat kinerja perusahaan melalui
pengukuran dan tindakan kepemimpinan.
4. Sustain and enhance performance.
Menggunakan
respon timbal balik pelanggan dan karyawan untuk memelihara
pelanggan secara berkesinambungan dan mempertahankan pengalaman pelanggan,
membentuk kerjasama antar system HRD dengan proses bisnis yang terlibat
langsung dalam memberikan dan menciptakan pengalaman pelanggan, terus menerus
mengembangkan dan mengkomunikasikan hasil untuk menanamkan branded customer experience yang dijalankan perusahaan.
Tingkatan loyalitas berdasarkan sikap dan
tingkah laku menurut Seyhmus Baloglu (2002) yaitu:
1. True loyality (pelanggan dengan loyalitas
tinggi)
Pelanggan
dengan loyalitas tinggi dikarakteristikan dengan sikap yang kuat dan menjadi
langganan berulang yang tinggi dan kecil kemungkinan pelanggan yang berulang
pada merek tersebut untuk diserang oleh penawaran yang kompetitif.
2. Laten
loyalitas
Ditunjukkan
dengan tingkat langganan yang rendah, meskipun mereka memegang sikap komitmen
yang kuat pada perusahaan. Langganan yang rendah mungkin terjadi karena mereka
tidak mempunyai sumber yang cukup untuk meningkatkan berlangganan karena harga
dari perusahaan, hal yang mudah dicapai, atau distribusi strategi yang mungkin
tidak mendorong mereka untuk menjadi pembeli yang berulang.
3. Pelanggan
dengan loyalitas palsu.
Pelanggan
dengan loyalitas palsu atau buatan membuat frekuensi pembelian, meskipun mereka
tidak secara emosional tertarik pada suatu merek. Mereka belum tentu menyukai
merek itu tetapi mereka melanjutkannya dengan melakukan pembelian. Tingkat
langganan yang tinggi dari loyalitas pelanggan yang palsu dapat dijelaskan dengan
faktor-faktor seperti kebiasaan membeli, intensif keuangan, alat yang
menyenangkan hidup, dan kuarangnya alternate, sama baiknya dengan factor yang
menghubungkan dengan situasi pelanggan secara individu.
4. Kelompok
dengan loyalitas rendah ditunjukkan dengan lemah atau rendahnya tingkat dari
ketertarikan dan langganan berulang. Kelompok loyalitas palsu dan loyalitas rendah
mudah hilang dan mudah kena serangan dari kompetitor.
Aacker
(1996) dalam Maylina (2004) menyatakan bahwa loyalitas merek (brand loyality) adalah sebagai suatu
faktor yang penting dalam menetapkan nilai dari suatu merek. Nilai penting dari
suatu merek tersebut dapat meliputi kualitas, bentuk serta kegunaan dari barang
dan jasa yang ditawarkan lebih dari yang ditawarkan para pesaing. Lebih dari
itu Aacker berpendapat bahwa kesetiaan pelanggan terhadap merek memiliki nilai
strategic bagi perusahaan, antara lain mengurangi biaya pemasaran, keuntungan
dalam trade leverage, menarik minat konsumen, dapat memebrikan keuntungan waktu
untuk merespon terhadap pesaing.
Loyal tidaknya konsumen terhadap suatu merek sangat
bergantung pada kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola faktor-faktor
yang mempengaruhi kesetiaan merek. Strategi yang berlaku sekarang merupakan
usaha perusahaan dalam persaingan dengan menggunakan kesempatan atau peluang
pasar melalui usaha membina dan meningkatkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kesetiaan konsumen terhadap merek, antara lain melalui satisfaction,
habitual behavior, commitment, dan liking of the brand sehingga peran
perusahaan dipasar dapat ditingkatkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar