Senin, 30 Maret 2015

Loyalitas Pelanggan

            Harapan para pelaku usaha tidak berhenti pada suatu titik di mana para pelanggannya mengalami kepuasan. Mereka akan selalu berharap bahwa pelanggan yang terpuaskan itu menjadi loyal terhadap produk yang dikonsumsinya itu. Menurut Olorunniwo, et. al. (2006); Michel, et. al., (2000); Kandampully, et. al, (2000); Kartajaya (2004) yang dikutip oleh Unud (2006 : 22), bahwa banyak peneliti sependapat bahwa pelanggan yang terpuaskan cenderung untuk loyal terhadap penyedia barang atau jasa. Dengan kata lain, bahwa loyalitas umumnya didahului oleh kepuasan yang dialami oleh pelanggan.
            Ada beberapa indikasi perilaku pelanggan yang menunjukkan loyal tidaknya pelanggan tersebut kepada penyedia barang/jasa. Pertama, pelanggan akan cenderung melakukan pembelian/pengkonsumsian ulang terhadap barang atau jasa tersebut. Kedua, pelanggan yang terpuaskan akan terdorong untuk mengkomunikasikan pengalamannya kepada pelanggan lainnya (word-of-mouth communication/komunikasi dari mulut ke mulut). Wujud komunikasi dari mulut ke mulut ini dapat berupa pengungkapan hal-hal yang baik tentang penyedia barang atau jasa, dapat berupa rekomendasi kepada calon pelanggan lain, dan dapat berupa dorongan untuk melakukan bisnis dengan penyedia barang atau jasa. tersebut. (Zeithaml et. al., 2003 dalam Astawa, 2008: 23). Ketiga, pelanggan yang puas cenderung untuk mempertimbangkan penyedia barang atau jasa yang mampu memuaskan sebagai pertimbangan pertama jika ingin membeli produk atau jasa yang sama. (Kotler dan Keller, 2009: 179).
Oliver (loyality) mendefinisikan loyalitas sebagai komitmen yang dipegang secara mendalam untuk membeli atau mendukung kembali produk atau jasa yang disukai di masa depan meski pengaruh situasi dan usaha pemasaran berpotensi menyebabkan konsumen beralih (Kotler dan Keller 2009:138).
Menurut Sheth & Mittal (2004) dalam Tjiptono (2006) loyalitas adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap yang sangat positif dan tercermin dalam pembelian ulang yang konsisiten. Sementara itu, Bendapudi & Berry (1997) loyalitas pelanggan dalam konteks pemasaran jasa didefinisikan sebagai respon yang terkait erat dengan ikrar atau janji untuk memegang teguh komitmen yang mendasari kontinuitas relasi, dan biasanya tercermin dalam pembelian bekelanjutan dari penyedia jasa yang sama atas dasar dedikasi maupun kendala pragmatis ( dalam Tjiptono, 2006:387)
 Jones and Sanser yang dikutip (Javalgi, 1997:165) berkeyakinan bahwa tumpuan perusahaan untuk tetap mampu bertahan hidup adalah memiliki pelanggan yang loyal. Untuk itulah perusahaan dituntut untuk mampu memupuk keunggulan kompetitifnya masing-masing melalui upaya-upaya yang kreatif, inovatif dan efisien sehinggan menjadi pilihan dari banyak peanggan yang pada gilirannya nati diharapkan menjadi pelanggan yang loyal.
 Memasuki era yang baru, orientasi perusahaan masa depan mengalami pergeseran dari pendekatan konvensional kearah pendekatan kontemporer (Bhote, 1996). Pendekatan konvensional menekankan pada kepuasan pelanggan, reduksi biaya, pangsa pasar, dan riset pasar. Sedangkan pendekatan kontemporer berfokus pada loyalitas pelanggan, retensi pelanggan, zero defections dan lifelong customers.
Smith and Wheeler (2002:43) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan tidak bisa tercipta begitu saja, tetapi harus dirancang oleh perusahaan. Adapun tahapan-tahapan perancangan loyalitas adalah sebagai berikut:
1.      Define customer value
Mendefinisikan nilai pelanggan sasaran dan menentukan nilai pelanggan mana yang menjadi pendorong keputusan pembelian dan penciptaan loyalitas dan ciptakan diferensiasi brand promise.
2.      Design the branded customer experience
Mengembangkan pemahaman customer experience, merancang perilaku karyawan untuk merealisasikan brand promise, dan perubahan strategi secara keseluruhan untuk merealisasikan pengalaman-pengalaman pelanggan baru.
3.      Equip people and delivery consistenly
Mempersiapkan pemimpin untuk menjalankan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan.Melengkapi pengetahuan dan keahlian karyawan untuk mengembangkan dan memberikan pengalaman kepada pelanggan dalam setiap interaksi yang dilakukan pelanggan terhadap perusahaan.Dan memperkuat kinerja perusahaan melalui pengukuran dan tindakan kepemimpinan.
4.      Sustain and enhance performance.
Menggunakan respon timbal balik pelanggan dan karyawan untuk memelihara pelanggan secara berkesinambungan dan mempertahankan pengalaman pelanggan, membentuk kerjasama antar system HRD dengan proses bisnis yang terlibat langsung dalam memberikan dan menciptakan pengalaman pelanggan, terus menerus mengembangkan dan mengkomunikasikan hasil untuk menanamkan branded customer experience yang dijalankan perusahaan.
Tingkatan loyalitas berdasarkan sikap dan tingkah laku menurut Seyhmus Baloglu (2002) yaitu:
1.      True loyality (pelanggan dengan loyalitas tinggi)
Pelanggan dengan loyalitas tinggi dikarakteristikan dengan sikap yang kuat dan menjadi langganan berulang yang tinggi dan kecil kemungkinan pelanggan yang berulang pada merek tersebut untuk diserang oleh penawaran yang kompetitif.
2.      Laten loyalitas
Ditunjukkan dengan tingkat langganan yang rendah, meskipun mereka memegang sikap komitmen yang kuat pada perusahaan. Langganan yang rendah mungkin terjadi karena mereka tidak mempunyai sumber yang cukup untuk meningkatkan berlangganan karena harga dari perusahaan, hal yang mudah dicapai, atau distribusi strategi yang mungkin tidak mendorong mereka untuk menjadi pembeli yang berulang.
3.      Pelanggan dengan loyalitas palsu.
Pelanggan dengan loyalitas palsu atau buatan membuat frekuensi pembelian, meskipun mereka tidak secara emosional tertarik pada suatu merek. Mereka belum tentu menyukai merek itu tetapi mereka melanjutkannya dengan melakukan pembelian. Tingkat langganan yang tinggi dari loyalitas pelanggan yang palsu dapat dijelaskan dengan faktor-faktor seperti kebiasaan membeli, intensif keuangan, alat yang menyenangkan hidup, dan kuarangnya alternate, sama baiknya dengan factor yang menghubungkan dengan situasi pelanggan secara individu.
4.      Kelompok dengan loyalitas rendah ditunjukkan dengan lemah atau rendahnya tingkat dari ketertarikan dan langganan berulang. Kelompok loyalitas palsu dan loyalitas rendah mudah hilang dan mudah kena serangan dari kompetitor.
Aacker (1996) dalam Maylina (2004) menyatakan bahwa loyalitas merek    (brand loyality) adalah sebagai suatu faktor yang penting dalam menetapkan nilai dari suatu merek. Nilai penting dari suatu merek tersebut dapat meliputi kualitas, bentuk serta kegunaan dari barang dan jasa yang ditawarkan lebih dari yang ditawarkan para pesaing. Lebih dari itu Aacker berpendapat bahwa kesetiaan pelanggan terhadap merek memiliki nilai strategic bagi perusahaan, antara lain mengurangi biaya pemasaran, keuntungan dalam trade leverage, menarik minat konsumen, dapat memebrikan keuntungan waktu untuk merespon terhadap pesaing.
Loyal tidaknya konsumen terhadap suatu merek sangat bergantung pada kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola faktor-faktor yang mempengaruhi kesetiaan merek. Strategi yang berlaku sekarang merupakan usaha perusahaan dalam persaingan dengan menggunakan kesempatan atau peluang pasar melalui usaha membina dan meningkatkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesetiaan konsumen terhadap merek, antara lain melalui satisfaction, habitual behavior, commitment, dan liking of the brand sehingga peran perusahaan dipasar dapat ditingkatkan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar