Kamis, 26 Maret 2015

PENDAPAT ISLAM TENTANG HUKUMAN MATI

Pidana Mati Dalam Hukum Adat dan Hukum Islam
Pidana mati sudah dikenal oleh hampir semua suku di Indonesia. Berbagai macam delik yang dilakukan diancam dengan pidana mati. Cara melaksanakan pidana mati juga bermacam-macam; ditusuk dengan keris, ditenggelamkan,dijemur dibawah matahari hingga mati, ditumbuk kepalanya dengan alu dan lain-lain.
Di Aceh seorang istri yang berzinah dibunuh. Di Batak, jika pembunuh tidak membayar yang salah dan keluarga dari yang terbunuh menyerahkan untuk pidana mati, maka pidana mati segera dilaksanakan. Demikian pula bila seseorang melanggar perintah perkawinan yang eksogami.
Kalau di Minangkabau menurut pendapat konservatif dari Datuk Ketemanggungan dikenal hukum membalas, siapa yang mencurahkan darah juga dicurahkan darahnya. Sedangkan di Cirebon penculik-penculik atau perampok wanita apakah penduduk asli atau asing yang menculik atau menggadaikan pada orang Cirebon dianggap kejahatan yang dapat dipidana mati. Di Bali pidana mati juga diancamkan bagi pelaku kawin sumban Dikalangan suku dari Tenggara Kalimantan orang yang bersumpah palsu dipidana mati dengan jalan ditenggelamkan. Di Sulawesi Selatan pemberontakan terhadap pemerintah kalau yang bersalah tak mau pergi ke tempat pembuangannya, maka ia boleh dibunuh oleh setiap orang.
Di Sulawesi Tengah seorang wanita kabisenya yaitu seorang wanita yang berhubungan dengan seorang pria batua yaitu budak, maka tanpa melihat proses dipidana mati. Di Kepulauan Aru orang yang membawa dengan senjata mukah, kalau ia tak dapat membayar denda ia dipidana mati.
Di Pulau Bonerate, pencuri-pencuri dipidana mati dengan jalan tidak diberi makan, pencuri itu diikat kaki tangannya kemudian ditidurkan di bawah matahari hingga mati. Di Nias bila dalam tempo tiga hari belum memberikan uang sebagai harga darah pada keluarga korban, maka pidana mati diterapkan.
Di pulau Timor, tiap-tiap kerugian dari kesehatan atau milik orang harus dibayar atau dibalaskan. Balasan itu dapat berupa pidana mati. Sedangkan di lampung terdapat beberapa delik yang diancamkan dengan pidana mati yaitu pembunuhan, delik salah putih (zinah antara bapak atau ibu dengan anaknya atau antara mertua dengan menantu dsb) dan berzinah dengan istri orang lain.
Dengan melihat uraian diatas dapat disimpulkan bahwa suku-suku bangsa Indonesa telah mengenal pidana mati jauh sebelum bangsa Belanda datang. Jadi bukan bangsa Belanda dengan WvS-nya yang memperkenalkan pidana mati itu pada bangsa Indonesia.
Ancaman pidana mati juga dikenal dalam hukum Islam yang dikenal dengan nama Qishash 1.
Pandangan Islam terhadap pidana mati tercantum dalam Al-Qur’an Surat Al-Baqarah ayat 178 dan 179, sebagai berikut:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِصَاصُ فِي الْقَتْلَى الْحُرُّ بِالْحُرِّ وَالْعَبْدُ بِالْعَبْدِ وَالْأُنْثَى بِالْأُنْثَى فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ فَاتِّبَاعٌ بِالْمَعْرُوفِ وَأَدَاءٌ إِلَيْهِ بِإِحْسَانٍ ذَلِكَ تَخْفِيفٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَرَحْمَةٌ فَمَنِ اعْتَدَى بَعْدَ ذَلِكَ فَلَهُ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atasmu Qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba sahaya dengan hamba sahaya, wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudara terbunuh, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar diyat kepada pihak yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah satu keringanan hukuman yang telah diisyarakatkan Tuhanmu, sementara untukmu adalah menjadi rahmat pula. Siapa yang melanggar sesudah itu akan memperoleh siksa yang pedih.”
(QS Al-Baqarah/2: 178)

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“ Dalam hukum Qishash itu ada (jaminan) kelangsungan hidup, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”.
(QS Al-Baqarah/2: 179)

Qishash dalam hukum Islam adalah hukuman bunuh yang harus dilaksanakan terhadap diri seseorang yang telah melakukan pembunuhan. Tapi hukum ini tak harus dilaksanakan, dengan kata lain hukum ini dapat gugur manakala ahli waris yang terbunuh memberi maaf kepada pihak yang membunuh dengan membayar suatu diyat. Diyat adalah hukuman denda yang disetujui oleh kedua belah pihak atau yang ditentukan oleh hakim, apabila ahli waris yang terbunuh memaafkan si pembunuh dari hukuman Qishash.
Selain yang tersebut diatas, Al-Qur’an juga menerangkan tentang masalah Qishash ini dalam ayat-ayat lainnya, yaitu dalam Surat Al-Baqarah ayat 194 dan Surat Al-Maa’idah ayat 32, sebagai berikut:
الشَّهْرُ الْحَرَامُ بِالشَّهْرِ الْحَرَامِ وَالْحُرُمَاتُ قِصَاصٌ فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Bulan haram dengan bulan haram, dan pada sesuatu yang patut dihormati, berlaku hukum Qishaash. Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.”
(QS Al-Baqarah/2: 194)

مِنْ أَجْلِ ذَلِكَ كَتَبْنَا عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَنَّهُ مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَا أَحْيَا النَّاسَ جَمِيعًا وَلَقَدْ جَاءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ فِي الْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
“Oleh karena itu Kami tetapkan suatu hukum (Qishaash) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
(QS Al-Maa’idah/5 : 32)

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Hubungan Luar Negeri, KH Muhyiddin Junaidi, mengatakan, hukuman mati dalam pandangan Islam adalah hal yang biasa terutama pada kasus pelanggaran berat seperti membunuh hingga membuat orang tersebut meninggal.
“Maka dalam pandangan Islam, hukuman mati diperbolehkan. ada dalam Al-Quran,” katanya.
Hukuman mati dapat dilakukan pada terpidana yang telah melakukan kerusakan yang sangat parah. Di dalam Al-Quran dinyatakan : Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS Ar Ruum:41).
“Kalau kita menghilangkan nyawa orang lain maka dalam pandangan hukum Islam itu Jinayah. nyawa kita pun harus dihilangkan karena pemilik nyawa adalah Allah kecuali apabila keluarga yang terbunuh itu memberikan ampunan bagi pembunuh,” kata Kyai Muhyiddin kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di Kantor MUI Pusat. Jakarta. Selasa (20/1).
“Dalam konteks pandangan Islam hukuman mati terkait pelaku kejahatan kriminal termasuk narkoba, mereka dapat dijatuhi hukuman mati,  karena sudah menghilangkan banyak nyawa manusia secara langsung ataupun tidak langsung secara sengaja atau tidak sengaja, maka  sangat dianjurkan untuk dijatuhi hukuman mati”, terang Kyai Muhyiddin.
Mereka sudah melakukan tindakan kerusakan yang sangat dahsyat bukan hanya menghilangkan nyawa namun juga merusak mental, merusak kesehatan orang. Tiga perilaku yang sangat tidak terpuji akibat narkoba, adalah membuat orang menjadi miskin, proses kemiskinan, kesehatan, hilangnya nyawa seseorang.
Oleh sebab itu, katanya, hukuman mati sangat wajar dan perlu dilakukan, dan  juga untuk menimbulkan efek  jera.
Menurut Kyai Muhyiddin, pemerintah tidak boleh takut pada tekanan dari sementara fihak luar negeri terutama pegiat Hak Asasi Manusia (HAM) internasional yang mengecam pelaksanaan hukuman mati di Indonesia.
“Kami berharap pemerintah akan tetap konsisten terhadap kebijakan penjatuhan hukuman mati,” tegasnya.
Ia juga mengharapkan Pemerintah Indonesia terus meningkatkan kewaspadaan terutama di tempat-tempat operasi  para pembisnis narkoba.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar