Menurut
John Arquilla, persaingan industri telekomunikasi dan komunikasi merupakan
salah satu faktor mengapa negara mensponsori kegiatan Computern Network Operations (CNO). Sebuah negara yang ingin bersaing di bidang teknologi selalu
memprioritaskan pertumbuhan perusahaan-perusahaan software dan hardware, Penyedia
jasa information technology (IT),
akses terhadap jaringan perusahaan IT internasional, kerjasama industri IT
dengan negara-negara asing, dan pengembangan sumber daya manusia untuk mencetak
sarjana-sarjana IT profesional. Dengan program-program pengembangan IT tersebut
negara akan mampu bersaing dengan industri IT internasional yang sudah mapan
seperti Amerika Serikat yang memiliki kawasan industri IT Sillicon Valley di San Francisco.
Hingga
saat ini industri IT dunia masih dikuasai oleh Amerika Serikat yang memiliki
lebih dari 10.000 perusahaan dengan skala besar, medium, hingga perusahaan
kecil dengan jumlah pegawai di bawah 500 orang. Industri IT di AS mengalami
pertumbuhan rata-rata 6% antara tahun 2010 hingga 2011, dengan total nilai
ekonomi 606 trilyun US$ pada tahun 2011. Sebagaimana dijelaskan di atas, industri IT di Amerika Serikat didukung oleh
program-program negara seperti kemunculan internet yang diinisiasi oleh proyek
ARPANET NSA dan didukung juga oleh NASA yang menyediakan teknologi satelit.
Sejak ditemukannya World Wide Web, perusahaan IT yang fokus pada situs pencari
Yahoo! dan Google mengembangkan teknologi untuk mencari dan mensortir laman web
sesuai dengan relevansinya. Sementara itu perusahaan seperti IBM dan Apple
mengembangkan personal computers (PC)
dan laptop, dan tidak kalah ketinggalan perusahaan Microsoft mengembangkan
program-program software untuk para
pengguna komputer.
Hegemoni
di bidang IT tersebut membuat AS menjadi target sasaran para hackers dari seluruh dunia. Para hackers adalah para pengguna internet (users) yang memanfaatkan kelemahan
sistem komputer dan jaringan internet. Serangan hackers tersebut dapat berupa password
cracking, rootkit, trojan horse, serangan virus, computer worm, packet analyzer, pembobolan uang di
rekening pribadi seseorang di bank yang menggunakan internet, hingga pencurian
kode-kode aktifasi program komputer seperti microsoft
office. Serangan para peretas dunia maya tersebut memunculkan isu perlunya dibentuk
mekanisme pertahanan dalam sistem komputer dan jaringan internet pada berbagai
situs militer, perusahaan swasta di bidang IT, hingga komputer pribadi setiap
orang. Mekanisme pertahanan tersebut berupa program antivirus, password, kode-kode aktifasi rahasia dan
sistem firewall untuk menahan
gempuran para peretas.
Negara
juga bereaksi dengan membuat aturan hukum mengenai cyber security yang berbahaya baik terhadap perusahaan-perusahaan
IT maupun infrastruktur IT negara atau fasilitas militer yang telah dilengkapi
dengan sistem komputerisasi. Pemerintah AS menerbitkan undang-undang Cyber Security Act 2010 dan Protecting Cyberspace as National Asset Act
2010. Pemerintah lain seperti India membuat undang-undang National Cyber Security Policy 2010.
Pemerintah Cina sejak tahun 2000an awal telah memberlakukan kebijakan sensor
internet. Pemerintah Belanda mendirikan lembaga National Cyber Security Centre (NCSC). Pemerintah Jerman bahkan
membentuk satuan khusus untuk mengoperasikan Cyber Defense Station yang terdiri dari para mantan hackers.
Para
korporasi besar di bidang IT untuk mengamankan bisnisnya dari serangan para hackers sangat berkepentingan terhadap
penegakan undang-undang cyber security ini.
Menurut studi yang dilakukan oleh perusahaan komputer Hewlett Packard (HP)
serangan hacker setiap tahun
merugikan perusahaan IT sebesar 600.000 US$ per tahun. Perusahaan IT pun
melakukan berbagai cara untuk merespon fakta adanya serangan hacker ini, misalnya dengan mengerahkan
para pekerjanya untuk menjalankan hacking
scenarios. Dalam survey lain yang diselenggarakan perusahaan konsultan McKinsey &
Company terhadap 1400 pengusaha IT di Amerika Serikat, sekitar 3 % dari mereka
mengaku telah melakukan cyber war games untuk
bertahan dalam bisnis IT ini.
Perusahaan
IT di negara lain juga melakukan kegiatan yang sama dalam usahanya bersaing
dengan hegemoni AS di bisnis IT. Pemerintah China selalu memberi tempat
istimewa untuk perusahaan IT nasional seperti Huawei, Baidu, Tencent, dan
Aladdin. Pemerintah China juga diduga mensponsori aktifitas hacker yang menyerang
perusahaan-perusahaan IT Amerika Serikat. Bisnis IT di Rusia seperti perusahaan
Kaspersky Lab, 1C Company, ABBY, Akella, PROMT, dan lain sebagainya juga
bersaing dengan perusahaan-perusahaan IT di China dan AS.
Sehingga
tidak berlebihan kiranya untuk menyatakan bahwa cyberwarfare juga ditimbulkan oleh adanya persaingan bisnis antara
perusahaan IT di seluruh dunia untuk merebut pangsa pasar IT yang semakin
menjanjikan mengingat pengguna komputer dan internet terus berkembang. Berbagai
virus dan worms diciptakan untuk
saling menyerang server perusahaan IT dan bahkan mencuri data yang sangat
rahasia. Negara bahkan turut campur mensponsori persaingan antar industri IT
dengan adanya misi penyadapan sebagaimana diungkap oleh Edward Snowden dalam
skandal Global Surveillance Disclosure
2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar