Selasa, 31 Maret 2015

Komitmen Organisasional

Pengertian Komitmen Organisasional
Menurut Alwi (2001) menyatakan Komitmen Organisasi adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan perusahaan. Komitmen adalah bentuk loyal yang lebih konkrit yang dapat dilihat dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggungjawabnya dalam upaya perusahaan mencapai tujuan.
Menurut Nasution (2007) menyatakan Komitmen Organisasi adalah pengikat antara individu dengan suatu organisasi, gagasan atau proyek yang diwujudkan dalam mendedikasikan dirinya bagi pencapaian misi organisasi. Griffin (2005) menyatakan Komitmen Organisasi adalah sikap yang mencerminkan sejauhmana seseorang individu mengenal dan terikat pada organisasinya. Porter dalam Panggabean (2004) menyatakan bahwa Komitmen Organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam suatu organisasi tertentu. Karyawan yang komit dengan organisasi mampu menunjukkan peningkatan efektivitas organisasi yang ditunjukkan lewat tingginya pencapaian kinerja kerja, kualitas pekerjaan, dan mengurangi keterlambatan kerja, ketidakhadiran, serta pergantian karyawan (Mathieu dan Zajac, Randall, dalam Juliandi, 2003). Makna komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan untuk tetap ada di dalam organisasi yang pada akhirnya tergambar dalam statistik ketidakhadiran serta keluar masuk tenaga kerja/turnover (Mathis dan Jackson, 2001).
Luthan (2006) menyatakan Komitmen organisasi adalah : a) suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota dari organisasi tertentu, b) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan organisasi, dan c) suatu kepercayaan tertentu, dan penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujan organisasi tersebut. Dengan kata lain komitmen organisasi adalah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Sedangkan Porter mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya sebagai bagian organisasi, yang ditandai dengan tiga hal, yaitu : a) Penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi, b) Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan c) Keinginan mempertahankan keanggotaan di dalam organisasi menjadi bagian dari organisasi (Mowday, dalam Juliandi, 2003).
Steers dalam Sopiah (2008) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah perasaan mengidentifikasi (kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi), keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan organisasi) dan loyalitas (keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap organisasinya. Pengertian-pengertian di atas menunjukkan bahwa komitmen organisasi merupakan sikap tentang loyalitas tenaga kerja kepada organisasi mereka, dan sebuah proses terus menerus yang berlanjut dimana partisipan organisasi mengungkapkan perhatian untuk organisasi dan kesuksesan yang berkelanjutan. Manfaat dari komitmen yakni tenaga kerja dapat memberikan suatu kontribusi besar ke organisasi sebab mereka bertindak menuju keberhasilan tujuan organisasi. Para pekerja yang merasa terikat dengan organisasi, merasa senang untuk menjadi anggota organisasi, percaya akan organisasi dan memandang baik tentang organisasi, yang terwujud dalam perilaku mewakili organisasi dalam lingkungan luar organisasi, serta melakukan hal-hal terbaik untuk organisasi (Sutanto dalam Juliandi, 2003).
Menurut Ivancevich, Konopaske dan Matteson (2007) menyatakan Komitmen Organisasi adalah melibatkan tiga sikap : 1) rasa identifikasi dengan tujuan organisasi, 2) perasaan terlibat dalam tugas-tugas organisasi, dan 3) perasaan setia terhadap organisasi. Untuk itu dengan adanya komitmen di dalam diri karyawan atau anggota organisasi bermanfaat untuk kepentingan organisasi tempat individu bekerja dan bagi diri individu itu sendiri.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa menurut penulis pengertian komitmen organisasi adalah suatu tingkatan perasaan yang dimiliki oleh seseorang karyawan untuk terikat dengan bekerja sebagai pekerja karena menerima nilai-nilai dan tujuan organisasi dan bersedia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam pekerjaannya dan tetap mempertahankan keanggotaan organisasi.
Steers (dalam Sopiah, 2008), 3 faktor yang memengaruhi komitmen seseorang dosen / karyawan: 1) Ciri pribadi termasuk masa jabatan dalam organisasi, variasi kebutuhan , dan keinginan yang berbeda dari tiap dosen, 2) ciri pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan sekerja, 3) pengalaman kerja seperti keberadaan organisasi dimasa lampau dan cara-cara pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaan tentang organisasi.
Minner (dalam Sopiah, 2008) mengemukakan 4 faktor yang memengaruhi komitmen dosen / karyawan : 1) faktor personal, misal usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan kepribadian. 2) karakteristik pekerjaan. 3) karakteristik struktur. 4) pengalaman kerja.
Menurut Coetzee (2005:57), konsep komitmen yang merupakan komponen penting di dunia kerja pertama kali diperkenalkan oleh seorang ahli bernama Selznick pada tahun 1957. Selznick dalam Coetzee (2005:57) berpendapat bahwa komitmen ditumbuhkan oleh nilai-nilai dan merupakan tugas kepemimpinan untuk memberikan dan membentuk nilai-nilai tersebut. Mowday et al. dalam Meyer and Allen (1997:9) memisahkan antara komitmen attitudinal dengan komitmen behavioral, meskipun dijumpai adanya hubungan yang resiprokal antara keduanya. Komitmen attitudinal adalah sikap keterkaitan individu dimana dia mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan dan nilai suatu organisasi dan ingin untuk tetap menjadi anggota untuk mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Berbeda dengan komitmen attitudinal, komitmen behavioral membahas tentang proses dimana seseorang individu untuk tetap mengikatkan diri dengan organisasi karena pertimbangan biaya apabila memilih alternatif lain.
Becker dalam Ashkanasy et al. (2000:331) menyatakan bahwa komitmen kepada organisasi terjadi apabila seseorang dengan membuat suatu side-bet, menyamakan kepentingan extraneous dengan konsistensi suatu kegiatan. Jika seseorang mengakumulasikan side-bet (dana sampingan) seperti program pensiun, keistimewaan atas dasar senioritas dan status dalam organisasi, maka mereka akan lebih berkomitmen kepada organisasi. Porter et al. dalam Ashkanasy et al. (2000:332) menyatakan bahwa komitmen terdiri dan: 1. suatu kepercayaan dan penerimaan nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi, 2. keinginan untuk mengeluarkan upaya demi organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan 3. suatu keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Ketiganya meliputi komitmen afektif maupun kognitif.
Salancik dalam Staw (1991:306-307) mendefinisikan komitmen sebagai bentuk keterikatan individu kepada perilaku kegiatan yang mereka lakukan. Dia mengidentifikasi 4 (empat) karakteristik kegiatan sebagai faktor yang memengaruhi komitmen. Suatu kegiatan yang sangat eksplisit, tidak dapat dibatalkan, dilakukan atas keinginan orang yang bersangkutan dan dipublikasikan akan menghasilkan komitmen yang kuat dan seorang individu dalam melakukan sesuatu kegiatan, keterikatan seseorang bisa dibentuk melalui perilaku mereka.
John et al. (2000) mendefinisikan komitmen sebagai sikap kedekatan hubungan antara seorang dosen atau individu dengan organisasi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti loyalitas, dan keinginan untuk tetap tinggal karena dilibatkannya dosen dalam organisasi. Pozrianski (1997), menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan: 1. sebuah kepercayaan pada penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi atau profesi; 2. sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna kepentingan organisasi atau profesi; 3. sebuah keinginan untuk memelihara keanggotaan dalam organisasi. Sementara Porter et al. (1982), mendefinisikan komitmen sebagai: 1. keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota suatu organisasi; 2. kemauan untuk berusaha dengan semangat tinggi (kerja keras) demi organisasi; 3. kepercayaan, penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Robbins and Timothy (2011:111), menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah sejauh mana keberpihakan seorang personal value/dosen terhadap organisasi tertentu dan tujuannya serta berupaya menjaga keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Kreitner and Kinicki (2004:274), menyatakan komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan tujuan-tujuannya. Komitmen dosen kepada organisasi disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut Luthans (2008:147), dosen yang menunjukkan komitmen yang kuat terhadap organisasinya karena:
1.         Dosen memiliki keinginan yang kuat untuk bertahan menjadi anggota organisasi;
2.         Dosen bersedia bekerja keras untuk mendukung organisasi;
3.     Dosen memiliki kepercayaan dan penerimaan yang tinggi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.

Indikator Komitmen Organisasional
Allen and Meyer (1990), membedakan tiga macam komitmen dosen pada organisasi, yaitu komitmen afektif (affective commitment), komitmen kelanjutan (continuance commitment), dan komitmen normatif (normative commitment) Adapun penjelasan masing-masing komitmen tersebut adalah sebagai berikut;
a.          Komitmen afektif, adalah kecenderungan untuk tetap terlibat dalam jalur aktivitas yang konsisten atau secara luas merupakan hasil dan penghargaan yang diterima atau hukuman yang dihindari. Dengan demikian, komitmen afektif terkait dengan adanya keterikatan emosional seseorang pada suatu organisasi, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.
b.         Komitmen kelanjutan, adalah kelanjutan untuk ikut serta dalam aktivitas yang konsisten agar kelembagaan tidak rugi atas biaya yang dikeluarkan oleh kelembagaan dan diterima individu. Dengan demikian, komitmen kelanjutan terkait dengan pertimbangan kerugian jika seseorang keluar dan organisasi. Hal ini mungkin karena kebilangan senioritas atas promosi atau benefit.
c.          Komitmen normatif, adalah kepercayaan pada penerimaan tujuan dan nilai organisasi atau kewajiban moral untuk tetap pada kelembagaan karena penghargaan sosial dan organisasi. Dengan demikian, komitmen normatif terkait dengan adanya perasaan wajib pada diri dosen untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus begitu; tindakan tersebut merupakan hal yang benar harus dilakukan.
Robbins and Timothy (2011:111), menyatakan bahwa komitmen kelanjutan bukan merupakan komitmen sesungguhnya. Dosen yang memiliki komitmen kelanjutan yang tinggi cenderung bertahan dalam kelembagaan karena tidak adanya pekerjaan sebaik pekerjaan saat ini. Dosen dengan komitmen kelanjutan yang tinggi cenderung bekerja rendah dan tingkat kehadiran yang tinggi. Hal ini berbeda dengan komitmen afektif. Dosen yang memiliki komitmen afektif yang tinggi memiliki kinerja dan tingkat kehadiran yang tinggi. Jahangir et al. (2006) menyatakan bahwa komitmen afektif berpengaruh signifikan terhadap kinerja dosen.

Meningkatkan komitmen Organisasi.
Luthans (2008:149) menyatakan ada 5 (lima) faktor yang dapat meningkatkan komitmen dosen pada organisasi, yaitu:
1. Kelembagaan komitmen terhadap nilai hakiki dosen, yakni dengan menjalankan kebijakan kelembagaan dengan tertulis, mempekerjakan manajer yang baik, dan menjalankan apa yang telah dituliskan.
2. Kelembagaan mengklarifikasi dan mengkomunikasikan misinya. Kelembagaan berkewajiban mengkomunikasikan misi dan ideologinya kepada dosen sehingga dapat menjadi arah dan tujuan bersama dan menjadi tradisi yang baik bagi dosen.
3.  Kelembagaan menjamin tersedianya keadilan bagi dosen. Kelembagaan selalu harus menyediakan komunikasi dua arah yang baik terhadap dosen.
4.  Kelembagaan menciptakan rasa kebersamaan diantara dosen. Kebersamaan akan menciptakan nilai diantara dosen yakni rasa berbagi suka dan duka.
5.  Kelembagaan mendukung pengembangan dosen melalui pemberdayaan, promosi, membeii rasa aman bekerja, dan menyediakan kegiatan-kegiatan yang menantang dosen untuk mengembangkan pengetahuannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar