Menurut UUHT dalam Pasal 1 ayat (4) yang dimaksud Pejabat Pembuat Akta
Tanah, yang selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi wewenang
untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan
akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dan diketentuan Pasal 15 ayat (1) menyebutkan
bahwa Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris
atau akta PPAT dengan menurut ketentuan persyaratan yang ditetapkan oleh
undang-undang. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998,
tentang Perundang-undangan & Peraturan-Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat
Akta Tanah pada Pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Pejabat Pembuat Akta Tanah,
selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk
membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas
tanah atau Hak Milik Atas Rumah Susun. Dijelaskan juga tentang Tugas Pokok Dan
Kewenangan PPAT sebagai berikut;
Menurut ketentuan pada Pasal 2 ;
(1) PPAT
bertugas pokok melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran tanah dengan membuat
akta sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak
atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, yang akan dijadikan dasar
bagi pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh
perbuatan hukum itu.
(2) Perbuatan hukum sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah sebagai berikut:
a. Jual beli;
b. Tukar menukar;
c. Hibah ;
d. Pemasukan kedalam perusahaan (inbreng);
e. Pembagian hak bersama;
f. Pemberian Hak Guna Bangunan/Hak Pakai atas
tanah Hak Milik;
g. Pemberian Hak Tanggungan;
h. Pemberian
kuasa membebankan Hak Tanggungan;
Menurut ketentuan pada Pasal 3;
(1)
Untuk
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 seorang PPAT
mempunyai kewenangan membuat akta otentik mengenai semua perbuatan hukum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (2) mengenai hak atas tanah dan Hak
Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak didalam daerah kerjanya.
(2) PPAT khusus hanya berwenang membuat akta
mengenai perbuatan hukum yang disebut secara khusus dalam penunjukannya.
Menurut
ketentuan pada Pasal 4;
(1) PPAT
hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau Hak Atas Milik Satuan
Rumah Susun yang terletak didalam daerah kerjanya.
(2) Akta
tukar menukar, akta pemasukan kedalam perusahaan dan akta pembagian hak bersama
mengenai beberapa hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang
tidak semuanya terletak di dalam daerah kerja seorang PPAT dapat dibuat oleh
PPAT yang daerah kerjanya meliputi salah satu bidang tanah atau satuan rumah
susun yang haknya menjadi obyek perbuatan hukum dalam akta.
Menurut
ketentuan pada Pasal 7 ;
(1)
PPAT dapat merangkap jabatan sebagai
Notaris, Konsultan, atau Penasehat Hukum.
(2)
PPAT dilarang merangkap jabatan atau
profesi;
a.
Pengacara atau Advokad;
b.
Pegawai Negeri, atau Pegawai Badan Usaha
Milik Negara/Daerah.
PPAT telah
dikenal dengan adanya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang merupakan
peraturan pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria atau UUPA yang didalamnya diatur diatur tentang PPAT
sebagai Pejabat yang berfungsi membuat akta untuk memindahkan hak atas tanah,
memberikan hak baru terhadap hak atas tanah, ataupun memasang hak atas tanah.
Jadi PPAT adalah
Pejabat Umum yang diberi wewenang oleh Peraturan Perundang-undangan yang
berlaku untuk membuat akta-akta otentik tertentu yang menyangkut hak atas
tanah, atau dengan kata lain PPAT merupakan pejabat umum yang berwenang untuk
membuat akta-akta otentik yang menyangkut perbuatan hukum tertentu mengenai
tanah yang terletak dalam daerah kerjanya. Kewenangan tersebut meliputi
pembuatan akta pemindahan hak atas tanah, dan akta-akta lain yang berhubungan
dengan pembebanan hak atas tanah, meliputi juga akta pembebanan Hak Guna Bangunan
atas tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, karena penetapan Pemerintah dan
mengenai tanah milik, karena perjanjian yang berbentuk otentik antara pemilik
tanah yang bersangkutan dengan menimbulkan hak tersebut, yang bentuk aktanya
diatur menurut ketentuan perundang-undangan.
Lebih lanjut
fungsi dari PPAT dipertegas pada Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun
1996 tentang HakTanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan
Tanah dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah
yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Dalam
UUHT ditentukan bahwa pembuatan SKMHT selain menjadi tugas Notaris juga
ditugaskan kepada PPAT untuk membuatnya dalam hal mana sipemberi hak tanggungan
berhalangan hadir dihadapan PPAT, maka dia wajib menunjuk pihak lain sebagai
kuasanya dengan membuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar