Gastroesophageal
reflux disease (GERD) adalah suatu gangguan dimana isi lambung mengalami
refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang bersifat kronis dan menyebabkan
terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu (Simadibrata, 2009).
Menurut Laporan Konsensus Montreal tahun
2006, GERD adalah sebuah kondisi yang terjadi ketika refluks isi lambung
menyebabkan gejala yang mengganggu dan atau komplikasi (Vakil, 2006). Menurut
Konsensus Nasional tahun 2013, GERD adalah suatu kelainan yang menyebabkan
cairan lambung dengan berbagai kandungannya mengalami refluks ke dalam
esofagus, dan menimbulkan gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa nyeri
dan pedih) dan gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di
lidah), nyeri epigatrium, disfagia, dan odinofagia (PGI, 2013).
GERD
adalah gangguan umum yang dapat memberikan dampak negatif terhadap gejala,
komplikasi GERD, kualitas hidup dan produktivitas kerja. GERD dipicu oleh refluks dari gaster dan
duodenum ke esofagus. Pasien- pasien GERD
seringkali tidak menyadari adanya GERD dan gagal menemukan terapi yang
tepat sehingga menyebabkan para dokter mendiagnosis dan terapi kurang tepat.
Prevalensi GERD negara-negara barat sebesar 10-20%, lebih banyak ditemukan pada
laki-laki kulit putih dan usia tua. Di Amerika Prevalensi GERD dan
komplikasinya di Asia, termasuk Indonesia, secara umum lebih rendah
dibandingkan dengan negara barat, namun
demikian data terakhir menunjukkan bahwa prevalensinya semakin meningkat
(Scholten, 2007; He, 2010; Tielemans, 2013).
Suatu
studi prevalensi terbaru di Jepang menunjukkan rerata prevalensi sebesar 11,5%
dengan GERD. Syam, dkk. melaporkan bahwa prevalensi GERD di rumah sakit Cipto
Mangunkusumo meningkat dari 5,7% pada tahun 1997 menjadi 25,18% pada tahun
2002. Dari eksplorasi statistik prevalensi GERD
di Indonesia diprediksi 7.153.588 pasien dari 238.452.952 populasi.
Peningkatan prevalensi GERD di Indonesia seiring dengan peningkatan prevalensi
GERD di Asia dan United State of America (USA)
(Simadibrata, 2009; Varannes, 2013).
Beberapa
faktor risiko terjadinya GERD di Asia-Pasifik yaitu usia lanjut, jenis kelamin
laki-laki, ras, riwayat keluarga, status ekonomi tinggi, peningkatan indeks
massa tubuh, dan merokok. Masalah heatburn
dan regurgitasi didapatkan pada 6% dan 16% populasi. Rata-rata sekitar 30% pria
dan 23% wanita mengalami keluhan GERD sekali dalam seminggu (Katz, 2013; PGI,
2013; Alipour, 2014).
Patofisiologi GERD
GERD
dapat dibagi menjadi dua yaitu erosive
esophagitis (EE) dan non-erosive
reflux disease (NERD).Pasien-pasien NERD tidak didapatkan lesi pada
esofagus saat pemeriksaan endoskopi (Singh, 2012). Beberapa hal yang berperan
dalam patogenesis GERD, diantaranya adalah peranan infeksi Helicobacter pylori (H. pylori), peranan kebiasaan/gaya hidup ala
barat dengan diet tinggi lemak, peranan motilitas, dan hipersensitivitas
viseral. Peranan infeksi H. Pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan
kurang didukung oleh data yang ada. Peranan alkohol, diet serta faktor psikis
tidak bermakna dalam patogenesis GERD, sedangkan rokok dan berat badan berlebih
dikatakan sebagai faktor risiko terjadinya GERD. Beberapa obat-obatan
bronkodilator dapat juga mempengaruhi GERD (PGI, 2013).
Pasien
GERD, mekanisme predominan adalah
transient lower esophageal spinchter relaxation (TLESR), menurunnya
bersihan esofagus, disfungsi sfingter esofagus, dan pengosongan lambung yang
lambat. Peranan refluks non-asam/gas dalam patogenesis GERD didasarkan atas
hipersensitivitas viseral yang memodulasi persepsi neural sentral dan perifer
terhadap rangsangan regangan maupun zat non-asam dari lambung. Secara teori ada
tiga mekanisme mukosa esofagus (Gambar 2.1) yaitu 1) mekanisme pre epitel yang
terdiri dari mukus, ion bikarbonat, dan faktor pertumbuhan epitel, 2) mekanisme
pertahanan epitel yang terdiri dari sel epitel dan kompleks intercelluler junctional, dan 3)
mekanisme post epitelial yang terdiri
dari pembuluh darah. Mekanisme pertahanan superfisial pre-epitelial tidaklah
terlalu kuat, jadi sel epitel esofgus lebih mudah terpapar asam refluks dan
cairan duodenum.
Inflamasi mukosa pada pasien GERD
Sitokin
inflamasi, termasuk di dalamnya kemokin, memegang peranan penting sebagai
penyebab perubahan awal inflamasi pada pasien dengan GERD. Didapatkan kadar
IL-8 mRNA yang lebih tinggi pada pasien GERD, yang mana ekspresi IL-8 mRNA
berada di lapisan basal epitel esofagus. IL-8 adalah faktor yang mengaktifkan
netrofil yang memproduksi lekosit-lekosit dan sel endotel vaskular. Dalam hal
ini pentingnya peranan sel epitel esofagus dalam menyebabkan inflamasi mukosa
dengan memproduksi IL-8. Pasien-pasien dengan pemberian terapi dengan PPI
selama 8 minggu, kadar IL-8 m-RNA menurun dengan cepat seiring dengan perbaikan
gejala dan gambaran endoskopi, namun tidak ada perubahan kadar MCP-1 (Monocyte
Chemoattractant Protein-1) mRNA. IL-8 adalah petanda sensitif untuk inflamasi
esofagus. Pada penelitian kultur sel-sel esofagus dan mukosa esofagus
menunjukkan bahwa sitokin inflamasi seperti IL-8, infiltrasi lekosit, dan stres
oksidatif semuanya terlibat dalam patogenesis refluks esofagitis (Waleleng,
2007).
Didapatkan
peningkatan superoxide dismutase (SOD), enzim antioksidan dalam mukosa esofagus
pada pasien GERD. Hal ini mengindikasikan peningkatan kadar radikal bebas dan peroxynitrite pada mukosa esofagus
pasien. Inflamasi mukosa disebabkan oleh produksi hidrogen peroksidase yang
menstimulasi sintesis PAF (platelet
activating factor) dan PGE2 (prostaglandin E2) dan
terlibat dalam relaksasi LES (lower
oesophageal sphincter). Para penulis menunjukkan peranan penting stres
oksidatif yang mempengaruhi refluks karena gangguan fungsi LES (Gambar 2.2).
Oksidatif stres disebabkan oleh refluks asam lambung dan cairan duodenum (asam
empedu dan cairan pankreas) ke esofagus
yang dikaitkan dengan berkembangnya inflamasi dan keganasan. Secara umum
bahwa refluks asam lambung dan refluks cairan duodenum yang membuat sulit
kondisi pasien untuk diterapi (Yoshida, 2007).
Gejala Klinis GERD
Pasien-pasien
GERD datang keluhan heartburn atau
regurgitasi, wheezingatau dispneu,
batuk kronis, suara parau kronis atau sakit tenggorokan, throatclearing, nyeri dada, halitosis.
Gejala heartburn atau regurgitasi
sering terjadi setelah makan, terutama makanan yang berlemak. Posisi berbaring,
membungkuk, atau aktivitas fisik akan memperberat gejala. Pasien- pasien dengan
gejala klasik heartburn atau
regurgitasi jarang dilakukan uji konfirmasi untuk menegakkan diagnosis karena
nilai prediksinya positif tinggi ketika didapatkan heartburn (spesifitas 89%, 81% nilai prediktif positif 81%)
dan/atau regurgitasi (spesifitas 95%, nilai prediktif positif 57%). Diagnosis
banding GERD seringkali sulit karena
intensitas dan frekuensi heartburn
dan gejala GERD yang lain tidak dapat dijadikan untuk memprediksi beratnya
manifestasi yang terjadi pada esofagus (Wilson, 2008).
Hampir 80% pasien-pasien dengan GERD disertai
sedikitnya satu dari gejala
extraesophageal. Namun demikian tidaklah mudah menghubungkan penyebab GERD
dan gejala extraesophageal,
dikarenakan GERD mungkin salah satu dari banyak penyebab gejala ini. Gejala extraesophageal antara lain masalah
pernapasan, nyeri dada, suara parau, keradangan pita suara. Endoskopi saluran
cerna atas pada pasien dengan gejala heartburn
atau regurgitasi bukan keharusan bagi pasien GERD, mengingat lebih dari
90% pasien GERD di Asia tidak
menunjukkan kelainan pada pemeriksaan endoskopi (Wilson, 2008).
Diagnosis GERD
Anamnesis yang
cermat merupakan cara utama untuk menegakkan diagnosis GERD. Gejala spesifik
untuk GERD adalah heartburn dan/atau
regurgitasi yang timbul setelah makan. Orang Indonesia terdiri dari banyak suku
dan bahasa sehingga sangat sulit untuk menerjemahkan gejala GERD yang seragam
karena banyaknya cara pengungkapan . Untuk mengatasi masalah ini maka
diciptakan konsep dan alat psikometrik berupa kuesioner untuk asesmen gejala
GERD yang disebut GERD Questionnaire
(GERDQ). GERDQ adalah alat sederhana untuk mengidentifikasi dan mengelola
pasien GERD, yang mempunyai sensitifitasnya 65% dan spesifitas 71%. Kuesioner
ini dikembangkan berdasarkan data-data klinis, informasi yang diperoleh dari
studi-studi klinis berkualitas, dan wawancara kualitatif terhadap pasien. GERDQ
merupakan kombinasi kuesioner tervalidasi yang dgunakan dalam penelitian
DIAMOND. GERDQ dapat dinilai efektifitasnya untuk mendiagnosis GERD,
validitasnya ditulis dalam Bahasa Indonesia, untuk mengevaluasi reabilitas saat
digunakan untuk pasien GERD dengan Bahasa Indonesia, dan untuk mengases respon
terapi terhadap pasien GERD (Jones, 2009; Mouli, 2011; Simadibrata, 2011; PGI
2013; Tielemans, 2013).
Endoskopi
pada pasien GERD terutama ditujukan pada individu dengan alarm sign (disfagia progresif, odinofagia, penurunan berat badan,
anemia, hematemesis-melena, riwayat keluarga dengan keganasan dan tidak
berespon terhadap terapi empiris dengan PPI dua kali sehari). Endoskopi pada
GERD tidak selalu harus dilakukan pada saat pertama kali, oleh karena GERD
dapat ditegakkan berdasarkan gejala dan/atau terapi empirik. Pemeriksaan
histopatologi dalam diagnosis GERD adalah untuk menentukan adanya metaplasia,
displasia, atau keganasan. Pemeriksaan pH metri 24 jam atau kapsul 48 jam untuk
mengevaluasi pasien-pasien GERD yang tidak berespon dengan terapi PPI, pasien-pasien
dengan gejala ekstra esofageal sebelum terapi PPI atau setelah dinyatakan gagal
dengan terapi PPI, dan memastikan diagnosis GERD sebelum operasi anti-refluks
(PGI, 2013).
Proton Pump
Inhibitortest
dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan gejala tipikal
dan tanpa adanya tanda bahaya atau risiko esofagus Barret. Tes ini dilakukan dengan memberikan PPI ganda selama 1-2
minggu tanpa didahului dengan pemeriksaan endoskopi. Jika gejala menghilang
dengan pemberian PPI dan muncul kembali jika terapi PPI dihentikan, maka
diagnosis GERD dapat ditegakkan. Tes dikatakan positif, apabila terjadi perbaikan klinis dalam 1
minggu sebanyak lebih dari 50%. PPI tes dinyatakan memiliki sensitivitas
sebesar 80% dan spesifitas sebesar 74% untuk penegakkan diagnosis pada pasien
GERD dengan nyeri dada non-kardiak (PGI, 2013).
Penatalaksanaan GERD
Pada
dasarnya terdapat 5 target yang ingin dicapai yaitu menghilangkan
gejala/keluhan, menyembuhkan lesi esofagus, mencegah kekambuhan, memperbaik
kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
Penatalaksanaan
GERD :
1.
Non farmakologik
2.
Farmakologik
Penatalaksanaan non-farmakologi.
Penatalaksanaan
non-farmakologi adalah modifikasi berat badan, meninggikan kepala 15-20 cm pada
saat tidur, menghentikan merokok dan minum alkohol, mengurangi makanan dan
obat-obatan yang merangsang asam lambung dan menyebabkan refluks, makan tidak
boleh terlalu kenyang dan makan malam paling lambat 3 jam sebelum tidur (PGI,
2013).
Penataksanaan farmakologi
Berdasarkan etiologi dan
gejala lesi esofagus dengan banyak faktor, maka ada beberapa regimen terapi
yang dapat dipertimbangkan. Penatalaksanaan adalah antasida, prokinetik, antagonis
reseptor H2, PPI, Baclofen, endoskopi, dan tindakan bedah.Pengobatan GERD tanpa
komplikasi regimen yang paling sering digunakan adalah histamine- H2 receptor for antagonist (H2RAS) dan PPI
(Katz, 2013; PGI 2013).
PPI dipilih karena dapat meredakan keluhan
GERD esofageal dan extra esofageal (Lόpez-Alvarenga, 2014). Dosis inisial PPI
adalah dosis tunggal per pagi hari 30 menit sebelum makan (untuk mengontrol PH)
selama 2 sampai 4 minggu. Apabila masih
ditemukan gejala sesuai GERD (PPI
failure), sebaiknya PPI diberikan diberikan secara berkelanjutan dengan
dosis ganda sampai gejala menghilang. Umumnya terapi dosis ganda dapat
diberikan sampai 4-8 minggu. Pasien-pasien dengan respon parsial terhadap suatu
regimen PPI akan diganti dengan regimen PPI yang lain atau dosisnya dinaikkan
menjadi dua kali dalam sehari atau dosisnya dinaikkan menjadi dua kali dosis
standar. Pemberian PPI dengan dosis rumatan diberikan pada pasien-pasien yang
memberikan gejala atau pasien-pasien dengan komplikasi. Pasien-pasien dengan gejala yang tidak
terkontrol dengan dosis tunggal PPI, dapat diberikan dosis terbagi atau
diduakalikan dengan menambah dosis pada sore hari. Tindakan bedah dilakukan untuk
pasien-pasien GERD yang telah menjalani terapi jangka panjang (Katz, 2013).
Efektifitas terapi obat GERD dinilai dari meredanya gejala, menghilangnya
gejala, dan penyembuhan erosif esofagitis (Maton, 2003).
Mekanisme kerja Proton Pump Inhibitor (PPI)
PPI telah digunakan secara
luas untuk pengobatan penyakit yang berhubungan dengan gangguan asam, seperti
penyakit GERD maupun terapi eradikasi H. pylori,
karena efek inhibisi kuat pada sekresi asam. Tujuan pemberian PPI pada
pasien-pasien GERD adalah untuk membantu proses penyembuhan esofagus dan untuk
mengurangi komplikasi yang mungkin terjadi. Pemberian PPI dikatakan berhasil
bila asam lambung terkontrol dan menurunnya keluhan heartburn. PPI tidak hanya menghambat sekresi asam, namun juga
mengurangi inflamasi dan stres oksidatif di mukosa lambung dan esofagus dengan
menghambat aktivasi netrofil dan sel endotelial. Pemberian PPI lebih cepat
mengontrol gejala dan mempercepat penyembuhan pada esofagitis dibandingkan
dengan pemberian antasida dan antagonis resptor H2. Pemberian PPI secara cepat
menurunkan kadar IL-8 dalam mukosa esofagus manusia. PPI menghambat produksi
radikal bebas oleh netrofil dan mengeblok degranulasi netrofil, walaupun dalam
konsentrasi yang relatif tinggi (Yoshida, 2007; Scholten, 2007).
Telah dilaporkan bahwa
bentuk inaktif dari lansoprazole dan omeprazole dalam sirkulasi darah menekan
aspek penting dari respon akut inflamasi seperti adesi dari netrofil pada
endotelium dan migrasi netrofil ekstravaskular, dengan inhibisi ekspresi CD
11b/CD18 ( a neutrophil adhesion molecule)
dan dengan menghambat sintesis IL-8 di sel epitel dan sel endotelial mukosa
lambung. Substansi ini diharapkan untuk mengurangi infiltrasi sel-sel inflamasi
(limfosit dan monosit) terkait dengan
inflamasi kronis dengan menghambat ekspresi ICAM-1 (intercelluler adhesion
molecule-1) dan VCAM-1 (vascular cell adhesion molecule-1). Lansoprazole
menghambat terjadinya jejas pada usus halus terkait dengan peningkatan sitokin
dan netrofil yang disebabkan oleh iskemi/ reperfusi atau NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drugs),
yang tidak terkait dengan dengan sekresi asam. Faktanya efek antiinflamasi dan
antioksidan dari PPI sebagian terkait dengan penekanan metabolisme kalsium
intraseluler dan untuk mengeblok aktivasi faktor transkripsi (Yoshida, 2007).
Mekanisme sekresi asam lambung dan PPI
PPI
menyembuhkan luka dan mengkontrol gejala yang terkait dengan asam yang timbul
karena penyakitnya dengan menghambat sekresi asam lambung. PPI lebih efektif
daripada H2RA dan paling baik dalam mengkontrol asam lambung selama
24 jam. Untuk kasus-kasus ringan semua PPI dapat menyembuhkan dengan baik,
namun untuk kasus-kasus berat, esomeprazole memberi keuntungan yang lebih
karena dapat mengontrol PH lebih dari 24 jam (Cheng, 2002; Olbe, 2003;
Scholten, 2007).
Sekresi
asam lambung terjadi untuk merespon sekresi endogen seperti histamin, gastrin,
dan asetilkolin. Substansi ini mengikat reseptor spesifik di sel parietal dan
menstimulasi sekresi asam. Tahap akhir di jalur sekretori adalah enzim H+/K+ATPase
(proton pump) yang menukar kalium
dengan ion hidrogen. Pada pasien GERD sekresi H+ meningkat karena
aktivitas yang berlebihan proton pump.
PPI mengeblok tahap akhir sekresi asam klorida dengan mengikat H+/K+ATPase
di adalah prodrug yang disebut
mensubstitusi benzimidazole, yang diaktifkan oleh asam untuk menghambat proton pump(Cheng, 2002; Olbe, 2003;
Scholten, 2007).
Omeprazole
mempunyai beberapa karakteristik, yang pertama bersifat lipofilik yang artinya
memudahkan penetrasi membran sel. Yang kedua omeprazole adalah basa yang lemah
yang terkonsentrai dalam suasana asam. Ketiga, omeprazole sangat tidak stabil
dalam kondisi larutan asam. Waktu paruh omprazole dalam PH 1 adalah 2 menit,
sedangkan dalam PH 7,4 waktu paruhnya 20 jam. Jadi omeprazole adalah prodrug yang berakumulasi dengan suasana
asam dalam sel target yang mana akan ditransformasikan sebagai inhibitor aktif.
Esomeprazole secara klinis menunjukkan keunggulannya dibanding PPI yang lain.
Didapatkan perbaikan klinis yang cukup berarti dengan rata-rata penyembuhan
pada esofagitis yang lebih tinggi dengan pemberian esomeprazole(Cheng, 2002;
Olbe, 2003; Scholten, 2007).
Dosis PPI untuk pengobatan GERD (PGI,
2013)
Jenis
PPI
|
Dosis
Tunggal
|
Dosis
Ganda
|
Omeprazole
|
20
mg
|
20
mg 2 kali sehari
|
Pantoprazole
|
40
mg
|
40
mg 2 kali sehari
|
Lansoprazole
|
30
mg
|
30
mg 2 kali sehari
|
Esomeprazole
|
40
mg
|
40
mg 2 kali sehari
|
Rabeprazole
|
20
mg
|
20
mg 2 kali sehari
|
Penatalaksanaan endoskopik
Terapi endoskopi untuk GERD yang telah dikembangkan
adalah radiofrequencyenergy delivery
dan endoscopic suturing. Namun
demikian masih belum ada laporan mengenai terapi endoskopi untuk GERD di
Indonesia (PGI, 2013).
Penatalaksanaan bedah
Penatalaksanaan tindakan bedah mencakup tindakan
pembedahan anti refluks (fundoplikasi Nissen, perbaikan hiatus hernia, dll) dan
pembedahan untuk mengatasi komplikasi (Cicala, 2013; PGI, 2013).
Kualitas Hidup
Istilah
kualitashidupatau sehat yang dikaitkan dengan kualitas hidup sering dihubungkan
dengan penelitian kesehatan yang mengacu pada berbagai macam pertanyaan untuk
mengukur kondisi dan pengalaman dalam berbagai macam kehidupan sebagai dasar
pemeriksaan gangguan, penyakit dan efektifitas oleh petugas kesehatan. Tolak
ukur kesehatan yang spesifik seperti gejala, status fungsional, status
kesehatan, yang dikombinasikan dengan pengukuran kepuasaan hidup,
kesejahteraan, dan kebahagiaan sebagai alat untuk mengukur kualitas hidup.
Dimensi kualitas hidup terdiri dari fisik, psikis, sosial, ekonomi, lingkungan
dan spiritual atau keberadaan hidup (Sawatzky, 2007).
Kualitas
hidup adalah konsep umum yang menggambarkan modifikasi dan peningkatan atribut
kehidupan seperti fisik, politik, moral, dan lingkungan sosial, dan semua
kondisi kehidupan manusia.WHOmendefinisikankualitas hidupsebagai
individupersepsiposisi merekadalam kehidupandalam konteksbudaya dansistem
nilaidimana mereka hidupdandalam hubungannya dengantujuan mereka, harapan, standar dankekhawatiran. Iniadalah konsepyang luasmulaiterpengaruhdengan cara yangkompleks
dengankesehatan seseorangfisik, negarapsikologis,
tingkatindependensi, magangsosial,
keyakinan pribadidan hubungan mereka denganfituryang
menonjoldarilingkungan mereka(WHO, 1997).
Kualitas hidup telah menjadibagian
pentingdansering dibutuhkandarihasil penilaian kesehatan. Untuk populasi dengan penyakitkronis, pengukurankualitas
hidupmenyediakan cara yang berarti untuk menentukan dampak dariperawatan
kesehatan, bila obat tidak mungkin. Revicki dan rekan mendefinisikan
kualitas hidup (Quality of Life) sebagai
berbagai pengalaman manusia yang berkaitan dengansalah satu kesejahteraan
secara keseluruhan. Hal ini menyiratkan nilai-nilai
berdasarkan fungsi subjektif dibandingkan dengan harapan pribadi dan didefinisikan
oleh pengalaman subjektif negara dan persepsi. Kualitas
Hidup, berdasarkan sifat, adalah istimewabagi
individu, tetapi secara intuitif berarti dan dipahami
oleh kebanyakan orang (Burckhardt, 2003).
Pasien-pasien
dengan GERD yang diterapi dengan baik dapat memperbaiki kualitas hidup. Kontrol
heartburn adalah prediksi kuat
berkembangnya kualitas hidup saat terapi GERD. Baru-baru ini GERD spesifik,
nyata, sensitif, tervalidasi dan quesioner untuk evaluasi kesehatan yang
berkaitan dengan kualitas hidup. GERDyzer mencakup 10 hal dimensi kualitas
hidup (general well-being, nyeri/
ketidaknyamanan, kesehatan fisik, energi, aktifitas, aktifitas yang
menyenangkan, kehidupan sosial, diet/makan/kebiasaan minum,suasana hati, dan
tidur) dan menunjukkan konsistensi internal yang tinggi, tes dan tes ulangan
dengan realibilitas yang tinggi. Heartburn yang
menetapmenyebabkanpenurunanbesar dalamkualitas hidup. Penelitian mengatakan
bahwa pemberian Omeprazole dosis ganda dapat memperbaik kualitas hidup secara
signifikan (Scholten, 2007; Budzyṅski, 2011).
SRRS dan WHOQOL-BREF
Kesehatan adalah bagian yang paling penting
dari kualitas hidup. Perubahan hidup berkorelasi
positif dengan skor sakit. Seseorang yang mengalami peristiwa
kehidupan meningkatkan kemungkinan terkait dengan stres gangguan kesehatan.
SRRS (The
Social Readjustment Rating Scale) adalah
skala penilaian penyesuaian sosial yang diciptakan oleh Thomas Holmes dan
Richard Rahe di Fakultas Kedokteran Universitas Washington pada akhir tahun 1960,
dalam ukuran
standar dari dampak berbagai stres umum. Cara untuk mendapatkan skornya
adalah menambah nilai untuk semuaperistiwa kehidupanyang
terdaftaryang telah terjadi kepada Anda dalam satu tahun terakhir. Cara penilaian skor300+ berisiko sakit, skor
150-299 risiko sakit sedang, skor <150 risiko sakit ringan. Perubahan
kehidupan merupakan unityang berkorelasi positifdengan
skorsakit, dan seseorang yang mengalami suatu peristiwa kehidupan meningkatkan kemungkinan terkait dengan stresgangguan
kesehatan. Seperti korelasi tidak sempurna, peristiwa kehidupan tidak bisa menjadi satu-satunya faktor yang berkontribusi
terhadap penyakit (Rahe, 1978).
Secara umum, alat pengukur kualitas hidup yang digunakan dalam perawatan kesehatan adalah fungsi
fisik, kesejahteraan psikologis, gejalasubjektif,
fungsi sosial, dan fungsi kognitif.
Terdapat beberapa instrumen yang dapat digunakan menganalisis kualitas hidup,
seperti Sickness Impact Profile, Kidney
Disease Quality of Life (KDQL), World
Healt Organization Quality of Life (WHOQOL), dan Medical Outcomes Study 36-Item
Short Form Health Survey (SF-36) (Perwitasari, 2012).
Hal-hal
yang mempengaruhi terjadinya GERD adalah obat-obatan, makanan, dan gaya hidup
(obesitas, konsumsi alkohol, aktifitas fisik). Patofisiologi
GERD yang pertama dimulai dari sekresi yang berlebihan (asam, garam empedu dan
enzim-enzim) memicu terjadinya oksidatif stres yang dapat
menyebabkan inflamasi mukosa yang ditandai dengan Interleukin-6 (IL-6),
Interleukin-8(IL-8), (Monocyte Chemoattractant
Protein-1) MCP-1 yang meningkat, inflamasi mukosa menyebabkan mucosa injury sehingga terjadi gangguan
Lower Esophageal Sphincter (LES).
Gangguan LES ini dapat berupa penurunan tonus istirahat LES dan Transient Lower Esophageal Sphincter
Relaxation (TLESRs) yang dapat menyebabkan terjadi penurunan clearance asam di esofagus,penurunan netralisasi
asam, dan reflux. Penurunan netralisasi asam dapat disebabkan oleh gangguan fungsi
saliva. Dengan pemberian PPI diharapkan tidak terjadi mucosa injury sehingga fungsi
LES membaik sehingga clearance dan
netralisasi asam di esofagus meningkat akibatnya reflux menurun.Menurunnya
reflux pada akhirnya menurunkan
keluhan pasien dan akan terjadi perbaikan kualitas hidup pasien GERD.
Patofisiologi GERD yang kedua melibatkan sekresi
H+ yang meningkat di sel parietal karena aktivitas yang berlebihan proton pump. Sekresi asam lambung
terjadi untuk merespon sekresi endogen seperti histamin, gastrin, dan
asetilkolin. Substansi ini mengikat reseptor spesifik di sel parietal dan menstimulasi sekresi asam. Saat sekresi
asam lambung meningkat maka keluhan pasien
GERD yang utama adalah heartburn atau
regurgitasi. Pemberian PPI menurunkan sekresi asam lambung dengan mengeblok
tahap akhir sekresi asam klorida dengan mengikat H+/K+ ATPase
di sel parietal mukosa gaster dan menyebabkan enzim tersebut tidak aktif lagi.
Dengan menurunnya asam lambung maka keluhan pasien akan menurun sehingga
kualitas hidup pasien akan membaik. Sementara kualitas hidup dapat dipengaruhi karakteristik demografik dan masalah sosial.
Hipotesis penelitian
Pemberian PPI
pada penderita GERD akan meningkatkan kualitas hidup penderita GERD berdasarkan
score WHOQOL-BREF dan keluhan penderita GERD akan berkurang.
Kalau saudara punya penyakit ini dan sudah brobat ke be berapa rumah sakit tapi tidak ada perubahan dan tak kunjung membaik, saya sarankan Coba lah konsultasi dan brobat dengan pengobatan trpadu ah 9779...
BalasHapusSaya berani merekomendasikan ini karna saya sendiri Dulu nya Juga sembuh setelah brobat ke sini...
Saya sembuh setelah 2 bulan rutin berobat ke beliau.
Waktu itu saya di Minta datang langsung. Tapi saya tidak bisa karna faktor biaya prjalanan Juga.
Akhirnya saya hanya minta pesan obat yg paling bagus agar saya bisa lekas sembuh.
Dan ALHAMDULILLAH saya habis 4 resep dan saya Sekarang sudah sembuh.
Jadi cobalah berobat dengan beliau...
Saya jamin demi allah beliau orang nya amanah dan tidak menipu pasien nya... Kalau ragu bisa datang langsung ketemu langsung.
Ini no Hp nya dan wa beliau.
0822-9423-8289.
Dengan bapak yusuf ikhwan ah 9779.