FAKOEMULSIFIKASI PADA MATA
PASCA OPERASI VITREKTOMI
Wimbo
Sasono
Divisi Vitreoretina - Departemen
Ilmu Kesehatan Mata
Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga/ RSUD Dr.Soetomo Surabaya
I.
PENDAHULUAN
Komplikasi terbentuknya katarak akibat tindakan pars plana vitrectomy (PPV)
merupakan komplikasi tersering dari PPV, dengan angka berkisar antara 12.5% sampai dengan 80%. Semakin
melebarnya indikasi PPV disertai dengan semakin bagusnya hasil operasi karena ditunjang oleh semakin
berkembangnya teknik operasi PPV maka jumlah pasien yang menjalani PPV juga
semakin meningkat. Yang perlu diperhatikan juga adalah
kondisi mata yang telah dilakukan PPV sangatlah berbeda dengan kondisi sebelum
operasi
PPV, sehingga hal ini memperbesar risiko terjadinya komplikasi baik intraoperatif maupun sesudah operasi (Chakrabarti A, 2013).
II.
PATOFISIOLOGI
Katarak merupakan komplikasi operasi PPV yang cukup banyak, pada umumnya berbentuk katarak
nuklear dengan distorsi red reflex, bentuk lainnya adalah katarak posterior subcapsular (PSC) terutama
pada kasus yang diberi
tamponade
silicone oil
(Bobrow, 2011). Terbentuknya
katarak ini dapat terjadi pada tahun-tahun pertama pasca operasi PPV dan sebagian mempunyai gradasi
kekerasan yang tinggi pada katarak tersebut (Burato, 2003; Schubert, 2013).
Risiko terjadinya komplikasi disebabkan karena operasi
vitrektomi yang sebelumnya dilakukan terkait inflamasi dan proses penyerta
lainnya. Dapat terjadi sikatrik konjungtiva dan episklera, penurunan jumlah sel
endotel akibat silicone oil yang
berada di bilik mata depan (BMD), BMD yang dalam dengan atau tanpa silicone oil bubbles yang
teremulsifikasi, iridofakodenesis yang mengindikasikan adanya kelemahan zonula,
pupil yang sulit lebar sampai integritas makula dan retina yang kurang baik.
Disamping itu, dapat terjadi penurunan rigiditas sklera, dimana sering ditemui
pada mata miopia yang dilakukan vitrektomi (Lipner, 2008; Chakrabarti A, 2013;
Schubert, 2013).
III.
EVALUASI PREOPERATIF
III.1 Anamnesis
Riwayat perjalanan yang lengkap khususnya riwayat
operasi vitreoretina sebelumnya sangat
membantu untuk mengantisipasi potensi terjadinya penyulit dan komplikasi saat dilakukan
fakoemulsifikasi (Chakrabarti A, 2013). Anamnesis khusus mengenai hal tersebut meliputi :
1. Riwayat
penyakit
dan penyakit sistemik penyerta
2. Alasan
tindakan vitrektomi
3. Jenis
vitrektomi : core/ sentral atau
total, suture atau sutureless dan lain lain
4. Jenis
tamponade
yang digunakan.
III.
2 Pemeriksaan
Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Pemeriksaan dilakukan sedapat mungkin dengan Oftalmoskopi Indirek atau jika tidak memungkinkan
dengan B-scan USG. Pemeriksaan dengan slit lamp kadang belum cukup
mendeteksi adanya katarak tersebut, selain itu juga harus diperhatikan mobilitas lensa
yang diakibatkan tidak adanya vitreus, kadang bahkan dapat terjadi gangguan kelemahan dari zonula zinii ( subluxatio lentis ) (Bobrow, 2011; Chakrabarti A, 2013).
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah
penghitungan axial length dan IOL power. Tamponade vitreus dengan silicone
oil dapat menyebabkan peningkatan axial
length dan perubahan optikal mata. Penghitungan axial length pada mata yang diberi tamponade silicone oil dengan viskositas 1300cSt adalah dengan
mengalikan axial length yang didapat
dengan 0,71 (Chakrabarti A, 2013).
Penghitungan IOL
power yang diperoleh harus ditambahkan antara 3.00 – 8.00 D tergantung
bentuk spesifik lensa yang digunakan. Lensa planokonveks ditambah 3.00 D, lensa
bikonveks ditambah 6.00 D. Bila nantinya direncanakan evakuasi silicone oil, maka kemungkinan dapat
terjadi myopic shift sebesar 2.00 –
5.00 D. Jenis IOL yang disiapkan sebaiknya IOL akrilik hidrofobik dan
hidrofilik. IOL jenis PMMA juga dapat dipertimbangkan, sedangkan IOL silicone tidak disarankan (Lipner, 2008;
Chakrabarti A, 2013).
III. 3 Medikamentosa Preoperatif
Disarankan menggunakan sikloplegik dan topikal nonsteroid (NSAID) beberapa hari sampai 1 minggu sebelum operasi katarak. Pemberian topikal NSAID mengurangi inflamasi dan
mencegah pupil miosis intraoperasi dan dapat mencegah terjadinya CME dan edema
makula.
Untuk persiapan lainnya sama dengan persiapan operasi fakoemulsifikasi pada
umumnya (Bobrow, 2011; Chakrabarti A,
2013).
III.4 Pemilihan
Teknik Operasi dan Antisipasi Penyulit
Pada kasus-kasus pasca operasi central/core vitrektomi adanya sisa vitreous di bagian perifer
menyebabkan kemungkinan displacement lensa
lebih minimal sehingga memungkinkan dilakukan operasi fakoemulsifikasi secara
konvensional pada semua tahapan.
Tetapi pada kasus pasca total vitrektomi tindakan operasi
fakoemulsifikasi harus lebih cermat
serta diperlukan beberapa perubahan pada berbagai tahapan operasi. Pada kasus seperti ini kadang diperlukan teknik fakoemulsifikasi
pada iris plane dengan terlebih
dahulu meluksir katarak keluar dari capsular bag (Burato, 2003).
IV.
PENATALAKSANAAN INTRAOPERATIF
Fakoemulsifikasi sebaiknya dilakukan transcorneal,
mengingat perdarahan dan sikatrik konjungtiva maupun episklera yang sering
ditemui pasca scleral buckle akan
menyulitkan pada saat membuat scleral
tunnel. Hidrodiseksi hingga implantasi IOL harus dilakukan dengan gentle dan hati-hati. Durante operasi sering terbentuk BMD yang sangat dalam serta juga
untuk mengantisipasi ketidakutuhan zonular zinii
maka dilakukan pengurangan tinggi botol irigasi disertai peningkatan flow rate pada saat memulai operasi
fakoemulsifikasi dengan tetap
memperhatikan keseimbangan dari kedua
parameter tersebut (Lipner, 2008; Burato,
2003; Bobrow, 2011).
V.
PENATALAKSANAAN
PASCA OPERATIF
Sebaiknya
dilakukan follow up rutin dan ketat untuk
mengetahui terjadinya komplikasi berupa cystoid
macular edema (CME), progresifitas retinopati diabetik pada penyulit
diabetes mellitus, inflamasi dan
glaukoma sekunder. Dapat diberikan steroid topikal, NSAID dan
sikloplegik.
Komplikasi pasca
operasi dapat terjadi awal atau lebih lambat. Pada minggu-minggu awal waspada
terjadinya blefaroptosis, edema kornea sedang sampai berat, peningkatan tekanan
intraokular, kebocoran luka insisi, iritis ataupun endoftalmitis. Sedangkan
komplikasi jangka panjang dapat terjadi pseudophakic
bullous keratopathy, iritis kronis, neovaskularisasi iris, posterior capsular opacification (PCO),
edema makula persisten, retinal
detachment dan pedarahan vitreus (Bobrow, 2011;
Chakrabarti A, 2013).
VI.
PENUTUP
Operasi katarak pada mata pasca
vitrektomi memiliki tantangan yang lebih besar dan membutuhkan persiapan
preoperatif, intraoperatif dan pascaoperatif yan yang matang. Harus
dipertimbangkan riwayat kelainan vitreoretina yang mendasari ketika
merencanakan operasi katarak, dan jika memungkinkan menggunakan teknik
fakoemulsikasi yang aman untuk meminimalisir penyulit intraoperatif dan
komplikasi pascaoperasi.
Artikel sangat bagus.
BalasHapusBerapa lama silikon dibolehkan dalam bola mata setelah tindakan vitrectomy ?
Terimakasih