Pengertian Komitmen Organisasional
Menurut Alwi (2001)
menyatakan Komitmen Organisasi adalah sikap karyawan untuk tetap berada dalam
organisasi dan terlibat dalam upaya-upaya mencapai misi, nilai-nilai dan tujuan
perusahaan. Komitmen adalah bentuk loyal yang lebih konkrit yang dapat dilihat
dari sejauh mana karyawan mencurahkan perhatian, gagasan dan tanggungjawabnya
dalam upaya perusahaan mencapai tujuan.
Menurut Nasution (2007)
menyatakan Komitmen Organisasi adalah pengikat antara individu dengan suatu
organisasi, gagasan atau proyek yang diwujudkan dalam mendedikasikan dirinya
bagi pencapaian misi organisasi. Griffin (2005) menyatakan Komitmen Organisasi
adalah sikap yang mencerminkan sejauhmana seseorang individu mengenal dan
terikat pada organisasinya. Porter dalam Panggabean (2004) menyatakan bahwa
Komitmen Organisasi adalah kuatnya pengenalan dan keterlibatan seseorang dalam
suatu organisasi tertentu. Karyawan yang komit dengan organisasi mampu
menunjukkan peningkatan efektivitas organisasi yang ditunjukkan lewat tingginya
pencapaian kinerja kerja, kualitas pekerjaan, dan mengurangi keterlambatan
kerja, ketidakhadiran, serta pergantian karyawan (Mathieu dan Zajac, Randall,
dalam Juliandi, 2003). Makna komitmen organisasi adalah tingkat kepercayaan dan
penerimaan tenaga kerja terhadap tujuan organisasi dan mempunyai keinginan
untuk tetap ada di dalam organisasi yang pada akhirnya tergambar dalam
statistik ketidakhadiran serta keluar masuk tenaga kerja/turnover (Mathis dan
Jackson, 2001).
Luthan (2006) menyatakan
Komitmen organisasi adalah : a) suatu keinginan yang kuat untuk menjadi anggota
dari organisasi tertentu, b) keinginan untuk berusaha keras sesuai keinginan
organisasi, dan c) suatu kepercayaan tertentu, dan penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujan organisasi tersebut. Dengan kata lain komitmen organisasi
adalah sikap yang merefleksikan loyalitas karyawan pada organisasi dan proses
berkelanjutan dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap
organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Sedangkan Porter
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan yang bersifat relatif dari
individu dalam mengidentifikasikan keterlibatan dirinya sebagai bagian
organisasi, yang ditandai dengan tiga hal, yaitu : a) Penerimaan terhadap
nilai-nilai dan tujuan organisasi, b) Kesiapan dan kesediaan untuk berusaha
dengan sungguh-sungguh atas nama organisasi, dan c) Keinginan mempertahankan
keanggotaan di dalam organisasi menjadi bagian dari organisasi (Mowday, dalam Juliandi, 2003).
Steers dalam Sopiah (2008)
mendefinisikan komitmen organisasi sebagai sebuah perasaan mengidentifikasi
(kepercayaan dan penerimaan yang kuat atas tujuan dan nilai-nilai organisasi),
keterlibatan (kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi kepentingan
organisasi) dan loyalitas (keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota
organisasi yang bersangkutan) yang dinyatakan oleh seorang pegawai terhadap
organisasinya. Pengertian-pengertian di atas menunjukkan bahwa komitmen
organisasi merupakan sikap tentang loyalitas tenaga kerja kepada organisasi
mereka, dan sebuah proses terus menerus yang berlanjut dimana partisipan
organisasi mengungkapkan perhatian untuk organisasi dan kesuksesan yang
berkelanjutan. Manfaat dari komitmen yakni tenaga kerja dapat memberikan suatu
kontribusi besar ke organisasi sebab mereka bertindak menuju keberhasilan
tujuan organisasi. Para pekerja yang merasa terikat dengan organisasi, merasa
senang untuk menjadi anggota organisasi, percaya akan organisasi dan memandang
baik tentang organisasi, yang terwujud dalam perilaku mewakili organisasi dalam
lingkungan luar organisasi, serta melakukan hal-hal terbaik untuk organisasi
(Sutanto dalam Juliandi, 2003).
Menurut Ivancevich, Konopaske
dan Matteson (2007) menyatakan Komitmen Organisasi adalah melibatkan tiga sikap
: 1) rasa identifikasi dengan tujuan organisasi, 2) perasaan terlibat dalam
tugas-tugas organisasi, dan 3) perasaan setia terhadap organisasi. Untuk itu
dengan adanya komitmen di dalam diri karyawan atau anggota organisasi
bermanfaat untuk kepentingan organisasi tempat individu bekerja dan bagi diri
individu itu sendiri.
Berdasarkan definisi di atas
dapat disimpulkan bahwa menurut penulis pengertian komitmen organisasi adalah
suatu tingkatan perasaan yang dimiliki oleh seseorang karyawan untuk terikat
dengan bekerja sebagai pekerja karena menerima nilai-nilai dan tujuan
organisasi dan bersedia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh dalam
pekerjaannya dan tetap mempertahankan keanggotaan organisasi.
Steers (dalam Sopiah,
2008), 3 faktor yang memengaruhi komitmen seseorang
dosen / karyawan: 1) Ciri pribadi termasuk masa jabatan dalam organisasi,
variasi kebutuhan , dan keinginan yang berbeda dari tiap dosen, 2) ciri
pekerjaan, seperti identitas tugas dan kesempatan berinteraksi dengan rekan
sekerja, 3) pengalaman kerja seperti keberadaan organisasi dimasa lampau dan
cara-cara
pekerja lain mengutarakan dan membicarakan perasaan tentang organisasi.
Minner (dalam Sopiah,
2008) mengemukakan 4 faktor yang memengaruhi komitmen dosen / karyawan : 1) faktor
personal, misal usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengalaman kerja, dan
kepribadian. 2) karakteristik pekerjaan. 3) karakteristik struktur. 4)
pengalaman kerja.
Menurut Coetzee (2005:57),
konsep komitmen yang merupakan komponen penting di dunia kerja pertama kali
diperkenalkan oleh seorang ahli bernama Selznick pada tahun 1957. Selznick
dalam Coetzee (2005:57) berpendapat bahwa komitmen ditumbuhkan oleh nilai-nilai
dan merupakan tugas kepemimpinan untuk memberikan dan membentuk nilai-nilai
tersebut. Mowday et al. dalam Meyer
and Allen (1997:9) memisahkan antara komitmen attitudinal dengan komitmen behavioral,
meskipun dijumpai adanya hubungan yang resiprokal antara keduanya. Komitmen attitudinal adalah sikap keterkaitan
individu dimana dia mengidentifikasikan dirinya dengan tujuan dan nilai suatu
organisasi dan ingin untuk tetap menjadi anggota untuk mewujudkan tujuan-tujuan
tersebut. Berbeda dengan komitmen attitudinal,
komitmen behavioral membahas tentang
proses dimana seseorang individu untuk tetap mengikatkan diri dengan organisasi
karena pertimbangan biaya apabila memilih alternatif lain.
Becker dalam Ashkanasy et al. (2000:331) menyatakan bahwa
komitmen kepada organisasi terjadi apabila seseorang dengan membuat suatu side-bet, menyamakan kepentingan extraneous dengan konsistensi suatu
kegiatan. Jika seseorang mengakumulasikan side-bet (dana sampingan) seperti program pensiun,
keistimewaan atas dasar senioritas dan status dalam organisasi, maka mereka
akan lebih berkomitmen kepada organisasi. Porter et al. dalam Ashkanasy et al.
(2000:332) menyatakan bahwa komitmen terdiri dan: 1. suatu kepercayaan dan
penerimaan nilai-nilai dan tujuan-tujuan organisasi, 2. keinginan untuk
mengeluarkan upaya demi organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi, dan
3. suatu keinginan yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi. Ketiganya
meliputi komitmen afektif maupun kognitif.
Salancik dalam Staw
(1991:306-307) mendefinisikan komitmen sebagai bentuk keterikatan individu
kepada perilaku kegiatan yang mereka lakukan. Dia mengidentifikasi 4 (empat)
karakteristik kegiatan sebagai faktor yang memengaruhi komitmen. Suatu kegiatan
yang sangat eksplisit, tidak dapat dibatalkan, dilakukan atas keinginan orang
yang bersangkutan dan dipublikasikan akan menghasilkan komitmen yang kuat dan
seorang individu dalam melakukan sesuatu kegiatan, keterikatan seseorang bisa
dibentuk melalui perilaku mereka.
John et al. (2000)
mendefinisikan komitmen sebagai sikap kedekatan hubungan antara seorang dosen
atau individu dengan organisasi yang diwujudkan dalam berbagai bentuk seperti
loyalitas, dan keinginan untuk tetap tinggal karena dilibatkannya dosen dalam
organisasi. Pozrianski (1997), menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan:
1. sebuah kepercayaan pada penerimaan terhadap tujuan dan nilai organisasi atau
profesi; 2. sebuah kemauan untuk menggunakan usaha yang sungguh-sungguh guna
kepentingan organisasi atau profesi; 3. sebuah keinginan untuk memelihara
keanggotaan dalam organisasi. Sementara Porter et al. (1982), mendefinisikan komitmen sebagai: 1. keinginan yang
kuat untuk tetap menjadi anggota suatu organisasi; 2. kemauan untuk berusaha
dengan semangat tinggi (kerja keras) demi organisasi; 3. kepercayaan,
penerimaan terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Robbins and Timothy
(2011:111), menyatakan bahwa komitmen organisasional adalah sejauh mana
keberpihakan seorang personal value/dosen
terhadap organisasi tertentu dan tujuannya serta berupaya menjaga
keanggotaannya dalam organisasi tersebut. Kreitner and Kinicki (2004:274),
menyatakan komitmen organisasi mencerminkan bagaimana seorang individu
mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi dan terikat dengan
tujuan-tujuannya. Komitmen dosen kepada organisasi disebabkan oleh berbagai
faktor. Menurut Luthans (2008:147), dosen yang menunjukkan komitmen yang kuat
terhadap organisasinya karena:
1.
Dosen memiliki keinginan
yang kuat untuk bertahan menjadi anggota organisasi;
2.
Dosen bersedia bekerja
keras untuk mendukung organisasi;
3. Dosen memiliki kepercayaan
dan penerimaan yang tinggi terhadap nilai-nilai dan tujuan organisasi.
Indikator Komitmen Organisasional
Allen and Meyer (1990),
membedakan tiga macam komitmen dosen pada organisasi, yaitu komitmen afektif (affective commitment), komitmen
kelanjutan (continuance commitment),
dan komitmen normatif (normative commitment)
Adapun penjelasan masing-masing komitmen tersebut adalah sebagai berikut;
a.
Komitmen afektif, adalah kecenderungan untuk tetap
terlibat dalam jalur aktivitas yang konsisten atau secara luas merupakan hasil dan
penghargaan yang diterima atau hukuman yang dihindari. Dengan demikian,
komitmen afektif terkait dengan adanya keterikatan emosional seseorang pada
suatu organisasi, identifikasi, dan keterlibatan dalam organisasi.
b.
Komitmen kelanjutan, adalah kelanjutan untuk ikut serta
dalam aktivitas yang konsisten agar kelembagaan tidak rugi atas
biaya yang dikeluarkan oleh kelembagaan dan diterima
individu. Dengan demikian, komitmen kelanjutan terkait dengan pertimbangan
kerugian jika seseorang keluar dan organisasi. Hal ini mungkin karena
kebilangan senioritas atas promosi atau benefit.
c.
Komitmen normatif, adalah kepercayaan pada penerimaan
tujuan dan nilai organisasi atau kewajiban moral untuk tetap pada kelembagaan
karena penghargaan sosial dan organisasi. Dengan demikian, komitmen normatif
terkait dengan adanya perasaan wajib pada diri dosen
untuk tetap berada dalam organisasi karena memang harus
begitu; tindakan tersebut merupakan hal yang benar harus dilakukan.
Robbins and Timothy
(2011:111), menyatakan bahwa komitmen kelanjutan bukan merupakan komitmen
sesungguhnya. Dosen yang memiliki komitmen kelanjutan yang tinggi cenderung
bertahan dalam kelembagaan karena tidak adanya pekerjaan sebaik pekerjaan saat
ini. Dosen
dengan komitmen kelanjutan yang tinggi cenderung bekerja rendah dan tingkat
kehadiran yang tinggi. Hal ini berbeda dengan komitmen afektif. Dosen
yang memiliki komitmen afektif yang tinggi memiliki kinerja dan tingkat
kehadiran yang tinggi. Jahangir et al.
(2006) menyatakan bahwa komitmen afektif berpengaruh signifikan terhadap kinerja
dosen.
Meningkatkan komitmen Organisasi.
Luthans (2008:149)
menyatakan ada 5 (lima) faktor yang dapat meningkatkan komitmen dosen pada
organisasi, yaitu:
1. Kelembagaan komitmen terhadap nilai hakiki dosen, yakni
dengan menjalankan kebijakan kelembagaan dengan tertulis, mempekerjakan manajer
yang baik, dan menjalankan apa yang telah dituliskan.
2. Kelembagaan mengklarifikasi dan mengkomunikasikan
misinya. Kelembagaan berkewajiban mengkomunikasikan misi dan ideologinya kepada
dosen sehingga dapat menjadi arah dan tujuan bersama dan menjadi tradisi yang
baik bagi dosen.
3. Kelembagaan menjamin tersedianya keadilan bagi dosen.
Kelembagaan selalu harus menyediakan komunikasi dua arah yang baik terhadap
dosen.
4. Kelembagaan menciptakan rasa kebersamaan diantara dosen.
Kebersamaan akan menciptakan nilai diantara dosen yakni rasa berbagi suka dan
duka.
5. Kelembagaan mendukung pengembangan dosen melalui
pemberdayaan, promosi, membeii rasa aman bekerja, dan menyediakan
kegiatan-kegiatan yang menantang dosen untuk mengembangkan pengetahuannya.