Minggu, 12 April 2015

Perdagangan Internasional



Perdagangan internasional adalah suatu proses kegiatan ekspor dan impor barang dan jasa yang dilakukan antar negara. Ekspor merupakan barang hasil produksi dari dalam negeri dan dijual ke luar negeri, sedangkan impor merupakan barang hasil dari luar negeri yang dijual kedalam negeri. Melalui perdagangan internasional, setiap negara dapat menyalurkan kelebihan produksi dalam negerinya yang semula tidak terserap oleh konsumen dalam negeri untuk diekspor ke negara lain dan dengan adanya ekspor ini diharapkan mendatangkan keuntungan. Hasil dari ekspor nantinya akan mendatangkan devisa bagi negara dan dapat digunakan untuk membiayai impor sehingga negara dapat memenuhi kebutuhan dari dalam negerinya. Rangkaian kegiatan ekspor dan impor ini yang dinamakan perdagangan internasional.
Tujuan dari adanya perdagangan internasional adalah mencapai economies of scale dalam produksi (Krugman dan Obsfeld, 2004:15). Apabila suatu negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu (setiap negara tidak dapat memenuhi seluruh kebutuhan dalam negerinya), maka negara tersebut dapat memproduksi sejumlah barang dalam skala yang lebih besar  dibandingkan dengan memproduksi semua jenis barang. Dengan kata lain, suatu negara akan mencapai economies of scale dalam melakukan perdagangan internasional jika negara tersebut hanya memproduksi satu jenis barang yang memiliki keunggulan.
Keuntungan (gains from trade) dari perdagangan internasional ketika suatu negara menjual barang dan jasa kepada negara lain, maka manfaat atau keuntungan hampir pasti akan diperoleh kedua belah pihak (Krugman dan Obstfeld, 2004:4). Gains from trade sendiri merupakan suatu peningkatan terhadap pendapatan yang dihasilkan dari perdagangan dan perunan dari biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang. Keuntungan dari perdagangan internasional akan memberikan peluang bagi negara-negara yang melakukan perdagangan untuk mengekspor berbagai macam barang yang dalam memperoduksinya menggunakan sumber daya alam yang melimpah di negaranya dan mengimpor berbagai macam barang yang dalam produksinya menggunakan sumber daya alam yang langka di negara tersebut. Demi memperoleh keuntungan, perdagangan internasional mendorong setiap negara yang ada didalamnya untuk berspesialisasi dalam memproduksi sejumlah barang.
Dalam pandangannya,  Adam Smith mengajukan teori keuggulan absolut (the theory of absolute advantage) bahwa perdagangan internasional dapat dicapai melalui spesialisasi dalam produksi. Perdagangan harus menguntungkan kedua belah pihak dengan cara melakukan spesialisasi produksi, sehingga banyak negara yang meningkatkan produksi mereka terhadap barang yang menurut mereka secara absolut mempunyai keunggulan yang lebih dalam memproduksinya. Barang yang dinilai memiliki nilai keunggulan tersebut nantinya akan diekspor ke berbagai mitra dagangnya.
Teori selanjutnya merupakan teori keunggulan komparatif (Classical Theory of Comparative Advantage). Teori yang dirumuskan David Ricardo ini menyatakan bahwa keunggulan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi antar negara (Basri dan Munandar, 2010:34). Adanya perbedaan teknologi antar negara dalam memproduksi suatu barang dapat meningkatkan mutu dan kapasitas produksinya sehingga dengan meningkatnya kapasitas produksinya, maka hasil dari ekspor barang tersebut akan meningkatkan devisa negara. Selain itu pula, atas dasar teori ini, dapat meningkatan standar hidup bagi semua negara yang melakukan perdagangan.
Selanjutnya, Heckscher-Ohlin dalam teorinya menjelaskan bahwa teori H-O merupakan pemikiran yang dikembangkan dari teori sebelumnya. Suatu negara dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif apabila negara-negara tersebut mempunyai perbedaan dalam faktor produksi seperti sumber daya alam yang melimpah, serta tenaga kerja melimpah. Pada proses memproduksi suatu barang dengan menggunakan faktor produksi padat karya yang relatif murah akan mendatangkan keuntungan dan negara tersebut mempunyai keunggulan komparatif. Basri dan Munandar, (2010:34) menyatakan bahwa Teori Heckscher-Ohlin (Modern Theory of Comparative Advantage) menekankan bahwa keuntungan komparatif ditentukan oleh perbedaan relatif kepemilikan faktor produksi serta penggunaan faktor produksi tersebut dalam kegiatan produksi barang ekspor secara relatif intensif.
Teori perdagangan internasional dapat dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan. Jika ditinjau dari sisi penawaran, dasar perdagangan terletak pada perbedaan dalam biaya komparatif (Lindert, 1982: 35). Pada teori keunggulan komparatif yang dijelaskan sebelumnya menandakan negara dapat lebih efisien dibandingkan negara-negara lain. Negara dapat dikatakan lebih efisien jika diukur dari input per satuan output yang dihasilkan memiliki keunggulan baik dari segi teknologi maupun bahan bakunya. Perbedaan biaya komparatif terletak pada biaya yang digunakan dalam memproduksi barang. Jika barang tersebut memiliki keunggulan komparatif maka negara dapat menghemat biaya dalam memproduksi barang tersebut. Setiap macam barang tidak selalu sama dalam memiliki keunggulan, sehingga selama barang-barang yang hanya memiliki keuntungan relatif lebih sedikit, maka negara akan melakukan perdagangan dengan negara lain guna memenuhi kebutuhan dalam negerinya.
Setiap negara akan memperoleh keuntungan komparatif dengan melakukan perdagangan. Hal ini sesuai dengan pola perdagangan Heckscher-Ohlin yaitu barang-barang yang berbeda memerlukan proporsi faktor produksi yang berbeda, dan negara-negara yang berbeda memiliki kekayaan faktor produksi relatif yang berbeda. Setiap negara cenderung memiliki keuntungan komparatif dalam menghasilkan barang yang secara intensif menggunakan faktor produksi yang mereka miliki dalam jumlah yang lebih banyak. Suatu negara akan mengekspor barang yang faktor produksinya relatif lebih banyak dan mengimpor barang yang menggunakan faktor produksi yang relatif langka secara lebih intensif (Lindert, 1983: 33). Kesimpulannya, keuntungan komparatif menentukan barang-barang yang akan di ekspor ke negara lain serta barang-barang yang akan diimpor negara tersebut.
Selain dilihat dari sisi penwaran, perdagangan juga dapat dilihat dari sisi permintaan agar terjadi keseimbangan dalam perdagangan. Teori perdagangan dari sisi permintaan lebih menekankan pada selera dan pendapatan konsumen (Lindert,1983:34). Selera konsumen dan pendapatan dapat mempengaruhi kuantitas barang yang akan ditawarkan. Ketika pendapatan masyarakat mengalami kenaikan, masyarakat cenderung membelanjakan sebagian pendapatan untuk meningkatkan konsumsinya. Meningkatnya pendapatan mendorong kenaikan pada kuantitas barang yang diminta masyarakat. Selain itu pula, kenaikan kuantitas atas permintaan barang juga dipengaruhi oleh selera konsumen. Tingginya permintaan konsumen mendorong kenaikan pada kuantitas barang yang diminta. Masyarakat dapat mencapai tingkat kepuasan dengan mendapatkan barang dan penjual mengalami kenaikan penjualan atas kenaikan kuantitas barang yang ditawarkan dan menyebakan terjadinya surplus konsumen. Apabila ada perbedaan konsumen suatu negara dengan konsumen negara lain namun dalam proses memproduksi barang-barang sama, maka negara tersebut akan melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang.
 Dari berbagai teori-teori mengenai perdagangan internasional yang dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa bagi negara-negara yang melakukan perdangan internasional baik dalam sisi penawaran dan permintaan sama-sama memperoleh keuntungan dari berlangsungnya perdagangan. Hal ini didukung dengan adanya spesialisasi yang dilakukan oleh antar negara, dan dengan adanya faktor produksi seperti tenaga kerja yang melimpah, maka menghasilkan output yang relatif lebih murah. Negara akan meningkatkan produksinya jika output yang diproduksi memiliki efisiensi dari segi pembiayaannya dan mengekspor hasil produksi sehingga dari ekspor inilah yang nantinya negara mendapatkan devisa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar