Tjiptono (2005) menyatakan bahwa Lewis & Booms (1983) merupakan pakar
yang pertama kali mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus
tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Ada
dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang
dirasakan (perceived service).
Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi
pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut
pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan dari sudut pandang atau persepsi
pelanggan. Baik buruknya kualitas pelayanan jasa menjadi tanggung jawab seluruh
bagian organisasi perusahaan. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa
tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya
secara konsisten (Tjiptono, 2005).
Parasuraman (1985) mengidentifikasikan faktor
penentu kualitas layanan yaitu tangible,
reability, responsiveness, empathy dan assurance
untuk mengukur kualitas pelayanan. Tangible
yaitu fasilitas fisik yang ditawarkan kepada konsumen, materi komunikasi,
perlengkapan, dan material yang digunakan perusahaan serta penampilan karyawan.
Emphaty yaitu kesediaan untuk peduli,
memberikan perhatian pribadi kepada para pelanggan, kemudahan untuk melakukan
hubungan dan pemantauan terhadap keinginan konsumen, perusahaan memahami
masalah para pelanggannya dan bertindak demi kepentingan pelanggan. Responsiveness yaitu kemauan untuk
membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Reliability yaitu konsistensi dari penampilan pelayanan dan
keandalan pelayanan, berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk memberikan
layanan yang akurat tanpa kesalahan apapun serta menyampaikan jasa sesuai
dengan waktu yang disepakati. Dimensi berikutnya adalah assurance yaitu
kemampuan ketrampilan, keramahan perusahaan sehingga mampu menumbuhkan
kepercayaan pelanggan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar