Perdagangan internasional adalah suatu
proses kegiatan ekspor dan impor barang dan jasa yang dilakukan antar negara.
Ekspor merupakan barang hasil produksi dari dalam negeri dan dijual ke luar
negeri, sedangkan impor merupakan barang hasil dari luar negeri yang dijual
kedalam negeri. Melalui perdagangan internasional, setiap negara dapat
menyalurkan kelebihan produksi dalam negerinya yang semula tidak terserap oleh
konsumen dalam negeri untuk diekspor ke negara lain dan dengan adanya ekspor
ini diharapkan mendatangkan keuntungan. Hasil dari ekspor nantinya akan
mendatangkan devisa bagi negara dan dapat digunakan untuk membiayai impor
sehingga negara dapat memenuhi kebutuhan dari dalam negerinya. Rangkaian
kegiatan ekspor dan impor ini yang dinamakan perdagangan internasional.
Tujuan dari adanya perdagangan
internasional adalah mencapai economies
of scale dalam produksi (Krugman dan Obsfeld, 2004:15). Apabila suatu
negara hanya memproduksi sejumlah barang tertentu (setiap negara tidak dapat
memenuhi seluruh kebutuhan dalam negerinya), maka negara tersebut dapat
memproduksi sejumlah barang dalam skala yang lebih besar dibandingkan dengan memproduksi semua jenis
barang. Dengan kata lain, suatu negara akan mencapai economies of scale dalam melakukan perdagangan internasional jika
negara tersebut hanya memproduksi satu jenis barang yang memiliki keunggulan.
Keuntungan (gains from trade) dari perdagangan internasional ketika suatu
negara menjual barang dan jasa kepada negara lain, maka manfaat atau keuntungan
hampir pasti akan diperoleh kedua belah pihak (Krugman dan Obstfeld, 2004:4). Gains from trade sendiri merupakan suatu
peningkatan terhadap pendapatan yang dihasilkan dari perdagangan dan perunan
dari biaya yang dikeluarkan dalam memproduksi suatu barang. Keuntungan dari
perdagangan internasional akan memberikan peluang bagi negara-negara yang
melakukan perdagangan untuk mengekspor berbagai macam barang yang dalam
memperoduksinya menggunakan sumber daya alam yang melimpah di negaranya dan
mengimpor berbagai macam barang yang dalam produksinya menggunakan sumber daya
alam yang langka di negara tersebut. Demi memperoleh keuntungan, perdagangan
internasional mendorong setiap negara yang ada didalamnya untuk berspesialisasi
dalam memproduksi sejumlah barang.
Dalam pandangannya, Adam Smith mengajukan teori keuggulan absolut
(the theory of absolute advantage)
bahwa perdagangan internasional dapat dicapai melalui spesialisasi dalam
produksi. Perdagangan harus menguntungkan kedua belah pihak dengan cara
melakukan spesialisasi produksi, sehingga banyak negara yang meningkatkan
produksi mereka terhadap barang yang menurut mereka secara absolut mempunyai
keunggulan yang lebih dalam memproduksinya. Barang yang dinilai memiliki nilai
keunggulan tersebut nantinya akan diekspor ke berbagai mitra dagangnya.
Teori selanjutnya merupakan teori
keunggulan komparatif (Classical Theory
of Comparative Advantage). Teori yang dirumuskan David Ricardo ini
menyatakan bahwa keunggulan komparatif timbul karena adanya perbedaan teknologi
antar negara (Basri dan Munandar, 2010:34). Adanya perbedaan teknologi antar
negara dalam memproduksi suatu barang dapat meningkatkan mutu dan kapasitas
produksinya sehingga dengan meningkatnya kapasitas produksinya, maka hasil dari
ekspor barang tersebut akan meningkatkan devisa negara. Selain itu pula, atas
dasar teori ini, dapat meningkatan standar hidup bagi semua negara yang
melakukan perdagangan.
Selanjutnya, Heckscher-Ohlin dalam
teorinya menjelaskan bahwa teori H-O merupakan pemikiran yang dikembangkan dari
teori sebelumnya. Suatu negara dapat dikatakan memiliki keunggulan komparatif
apabila negara-negara tersebut mempunyai perbedaan dalam faktor produksi
seperti sumber daya alam yang melimpah, serta tenaga kerja melimpah. Pada
proses memproduksi suatu barang dengan menggunakan faktor produksi padat karya
yang relatif murah akan mendatangkan keuntungan dan negara tersebut mempunyai
keunggulan komparatif. Basri dan Munandar, (2010:34) menyatakan bahwa Teori
Heckscher-Ohlin (Modern Theory of
Comparative Advantage) menekankan bahwa keuntungan komparatif ditentukan
oleh perbedaan relatif kepemilikan faktor produksi serta penggunaan faktor
produksi tersebut dalam kegiatan produksi barang ekspor secara relatif
intensif.
Teori perdagangan internasional dapat
dilihat dari sisi penawaran maupun sisi permintaan. Jika ditinjau dari sisi
penawaran, dasar perdagangan terletak pada perbedaan dalam biaya komparatif
(Lindert, 1982: 35). Pada teori keunggulan komparatif yang dijelaskan
sebelumnya menandakan negara dapat lebih efisien dibandingkan negara-negara
lain. Negara dapat dikatakan lebih efisien jika diukur dari input per satuan
output yang dihasilkan memiliki keunggulan baik dari segi teknologi maupun
bahan bakunya. Perbedaan biaya komparatif terletak pada biaya yang digunakan
dalam memproduksi barang. Jika barang tersebut memiliki keunggulan komparatif maka
negara dapat menghemat biaya dalam memproduksi barang tersebut. Setiap macam
barang tidak selalu sama dalam memiliki keunggulan, sehingga selama
barang-barang yang hanya memiliki keuntungan relatif lebih sedikit, maka negara
akan melakukan perdagangan dengan negara lain guna memenuhi kebutuhan dalam
negerinya.
Setiap negara akan memperoleh keuntungan
komparatif dengan melakukan perdagangan. Hal ini sesuai dengan pola perdagangan
Heckscher-Ohlin yaitu barang-barang yang berbeda memerlukan proporsi faktor produksi
yang berbeda, dan negara-negara yang berbeda memiliki kekayaan faktor produksi
relatif yang berbeda. Setiap negara cenderung memiliki keuntungan komparatif
dalam menghasilkan barang yang secara intensif menggunakan faktor produksi yang
mereka miliki dalam jumlah yang lebih banyak. Suatu negara akan mengekspor
barang yang faktor produksinya relatif lebih banyak dan mengimpor barang yang
menggunakan faktor produksi yang relatif langka secara lebih intensif (Lindert,
1983: 33). Kesimpulannya, keuntungan komparatif menentukan barang-barang yang
akan di ekspor ke negara lain serta barang-barang yang akan diimpor negara
tersebut.
Selain dilihat dari sisi penwaran,
perdagangan juga dapat dilihat dari sisi permintaan agar terjadi keseimbangan
dalam perdagangan. Teori perdagangan dari sisi permintaan lebih menekankan pada
selera dan pendapatan konsumen (Lindert,1983:34). Selera konsumen dan
pendapatan dapat mempengaruhi kuantitas barang yang akan ditawarkan. Ketika
pendapatan masyarakat mengalami kenaikan, masyarakat cenderung membelanjakan
sebagian pendapatan untuk meningkatkan konsumsinya. Meningkatnya pendapatan
mendorong kenaikan pada kuantitas barang yang diminta masyarakat. Selain itu
pula, kenaikan kuantitas atas permintaan barang juga dipengaruhi oleh selera
konsumen. Tingginya permintaan konsumen mendorong kenaikan pada kuantitas
barang yang diminta. Masyarakat dapat mencapai tingkat kepuasan dengan
mendapatkan barang dan penjual mengalami kenaikan penjualan atas kenaikan
kuantitas barang yang ditawarkan dan menyebakan terjadinya surplus konsumen.
Apabila ada perbedaan konsumen suatu negara dengan konsumen negara lain namun
dalam proses memproduksi barang-barang sama, maka negara tersebut akan
melakukan spesialisasi dalam memproduksi barang.
Dari berbagai teori-teori mengenai perdagangan
internasional yang dipaparkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa bagi
negara-negara yang melakukan perdangan internasional baik dalam sisi penawaran
dan permintaan sama-sama memperoleh keuntungan dari
berlangsungnya perdagangan. Hal ini didukung dengan adanya spesialisasi yang
dilakukan oleh antar negara, dan dengan adanya faktor produksi seperti tenaga
kerja yang melimpah, maka menghasilkan output yang relatif lebih murah. Negara
akan meningkatkan produksinya jika output yang diproduksi memiliki efisiensi
dari segi pembiayaannya dan mengekspor hasil produksi sehingga dari ekspor
inilah yang nantinya negara mendapatkan devisa.